Kumpulan Resum
Resum ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi
Pendidikan
Dosen Pengampu
LAILATUZZ ZUHRIYAH, M.Fil.I

Di Susun Oleh :
DIANA AZIZAH
1724143081
TMT 2F
FAKULTAS
TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN
TADRIS MATEMATIKA
IINSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
TAHUN
AJARAN 2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan
kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya saya dapat mengerjakan tugas resum mata pelajaran Sosiologi
Pendidikan ini yang dan dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Resum ini saya susun sedemikian rupa dengan baik dan
benar, agar dapat lebih mudah diterima
dan dipahami bagi para pembaca.
Pada
kesempatan ini saya
menyampaikam terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kepada semua pihak yang
terlibat dalam pembuatan makalah ini untuk setiap bimbingan, bantuan, semangat,
dan do’a yang diberikan kepada kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan :
- Ibu Lailatuzz Zuhriyah, M.Fil.I selaku dosen mata kuliah Sosiologi
Pendidikan yang telah membimbing dalam pelaksanaan
dan penyusunan makalah ini.
- Kedua orang tua serta semua pihak yang
telah membantu dalam penyelesaian pembuatan makalah ini.
Saya sadar bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, saya sebagai penyusun sangat menghargai kritik dan saran kepada
pembaca resum ini.
Tulungagung,
2 MEI 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................................................................................... i
Kata Pengantar.......................................................................................................... ii
Daftar Isi.................................................................................................................. iii
Bab I Pengertian dan Ruang Lingkup Sosiologi
Pendidikan
A. Pengertian Sosiologi, Pendidikan, dan
Sosiologi Pendidikan................... 1
B. Latar Belakang Timbulnya Sosiologi
Pendidikan..................................... 3
C. Sosiologi Pendidikan sebagai Sosiologi
Murni dan Sosiologi Terapan..... 3
D. Tujuan Sosiologi Pendidikan..................................................................... 4
Bab II Ragam Pendekatan dalam Sosiologi Pendidikan
A. Pendekatan Individu................................................................................. 6
B. Pendekatan Sosial...................................................................................... 7
C. Pendekatan Interaksi................................................................................. 8
Bab III Pendidikan dan Masyarakat
A. Pengertian Pendidikan dan Masyarakat.................................................... 10
B. Pendidikan dan Lingkungan Sosial........................................................... 11
C. Faktor-faktor dalam Perkembangan Manusia............................................ 12
D. Pendidikan dan Kebudayaan Masyarakat................................................. 12
Bab IV Pendidikan dan
Stratifikasi Sosial
A.
Pengertian Stratifikasi Sosial..................................................................... 14
B.
Hubungan Pendidikan dengan Stratifikasi Sosial..................................... 14
C.
Penggolongan Sosial.................................................................................. 15
D.
Cara-cara menentukan Golongan Sosial.................................................... 15
E.
Golongan Sosial sebagai Lingkungan Sosial............................................. 16
F.
Tingkat Pendidikan dan Tingkat Golongan Sosial.................................... 16
G.
Golongan Sosial dan Jenis Pendidikan...................................................... 17
Bab V Pendidikan dan Hubungan antar Kelompok
A.
Pengertian Pendidikan dan Kelompok...................................................... 19
B.
Kelompok-kelompok Social dalam Masyarakat........................................ 19
C.
Sekolah sebagai Suatu Organisasi............................................................. 20
D.
Struktur Hubungan antar Kelompok di Sekolah....................................... 21
E.
Masalah-masalah yang muncul dalam hubungan antar
Kelompok di Sekolah............................................................................... 21
F.
Upaya Pendidikan dalam Mengatasi Masalah yang
Muncul
dalam Hubungan antar Kelompok di Sekolah............................. 21
Bab VI Masyarakat dan Kebudayaan Sekolah
A.
Pengertian Kebudayaan Sekolah............................................................... 23
B.
Unsur-unsur Budaya Sekolah.................................................................... 23
C.
Hubungan Kebudayaan Sekolah dengan Masyarakat............................... 24
Bab VII Pendidikan dan Perubahan
Sosial
A.
Konsep Perubahan Sosial.......................................................................... 26
B.
Teori-teori Perubahan Sosial...................................................................... 28
C.
Pendidikan sebagai Social Control dan Social Change............................ 29
D.
Pendidikan dan Pembaharuan Masyarakat................................................ 30
Daftar
Pustaka
BAB I
Pengertian dan Ruang Lingkup Sosiologi Pendidikan
A. Pengertian
Sosiologi, Pendidikan, dan Sosiologi Pendidikan
1. Pengertian Sosiologi
Sosiologi
secara umum adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan
menyelidiki ikatan-ikatan antar manusia yang mengusai kehidupan itu. [1]
Secara etimologis sosiologi berasal dari dua kata latin yaitu, socius artinya
teman, sahabat, kawan, dan logos artinya ilmu pengetahuan. Jadi sosiologi
adalah ilmu tentang cara berteman, berkawan, bersahabat, atau cara bergaul yang
baik dalam masyarakat.[2]
Sosiologi mempelajari
tingkah laku manusia sebagai anggota masyarakat, tidak individu yang terlepas
dari kehidupan masyarakat.fokus bahasan sosiologi adalah interaksi manusia, yaitu
pengaruh timbal balik antara dua orang atau lebihdalam perasaan, sikap, dan
tindakan. Sosiologi tidak begitu menitik beratkan pada apa yang terjadi dalam diri
manusia melainkan pada apa yang berlangsung diantara manusia.[3]
2. Pengertian Pendidikan
Istilah
pendidikan adalah terjemahan dari bahasa Yunani yaitu paedagogie. Paedagogie
asal katanya PAIS yang artinya ‘’anak’’ dan AGAIN adalah membimbing. Jadi
paedagogie berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Pengertian pendidikan
menurut UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003 adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya dan masyarakat.[4]
Sedangkan menurut kamus besar bahasa indonesia kata
pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran
‘an’. Maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik.
Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.
Dari rumusan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah kegiatan
yang secara sadar dan disengaja, serta penuh tanggung jawab yang dilakukan oleh
seseorang kepada orang lain sehingga timbul interaksi
antara keduanya agar mencapai kedewasaan yang dicita-citakan dan berlangsung terus menerus.
3. Pengertian Sosiologi Pendidikan
Para ahli pendidikan dan ahli sosiologi telah berusaha untuk memberikan
definisi sosiologi pendidikan, namun definisi-definisi itu kebanyakan tidak
terpakai oleh orang lapangan. Kesukaran untuk memperoleh definisi yang mantap
tentang sosiologi pendidikan antara lain disebabkan:
a. Sukarnya membatasi bidang
studi di antara bidang pendidikan dan bidang sosiologi.
b. Kurangnya penelitian dalam
bidang ini, dan
c. Belum nyatanya sumbangannya
kepada pendidikan umumnya dan pendidikan guru khususnya.
Namun beberapa para ahli telah mengemukakan pendapat mereka sebagai berikut:
a. Menurut Prof. DR S. Nasution,M.A., Sosiologi Pendidikana dalah ilmu yang
berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.
b.
Menurut F.G Robbins dan Brown,
Sosiologi Pendidikan ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan
hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta
mengorganisasi pengalaman. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan sosial
serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
Dari beberapa defenisi di atas, terdapat perbedaan namun pada hakikatnya
memiliki pandangan yang sama bahwa manusia sebagai makhluk social membutuhkan pendidikan melalui
proses interaksi antara individu dan kelompok antara kelompok dengan kelompok
dan antara kelompok dengan masyarakat, kemudian terbentuklah perubahan dalam
masyarakat.[5]
B. Latar
Belakang Timbulnya Sosiologi Pendidikan
Menurut Dr. M.J. Langeveld, bersosialisasi adalah ladang atau lapangan
yang memungkinkan terjadinya pendidikan.
Didalam bersosialisasi seseorang mendapatkan pengalaman yang bermacam-macam,
yang pada awalnya merasa satu dengan lingkunganya lama-kelamaan melepaskan diri
dari ligkunganya dan pada akhirnya mengadakan perbandingan antara dirinya
sendiri dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Kenyataan menunjukkan bahwa
masyarakat mengalami perubahan sangat cepat, progresif, dan kerap kali
menunjukkan gejala “desintregatif”. Masalah sosial dalam masyarakat itu juga dirasakan
oleh dunia pendidikan, sehingga lembaga-lembaga pendidikan tidak mampu mengatasinya. Maka para
ahli sosiologi diharapkan dapat menyumbangkan pemikiranya untuk ikut memecahkan
masalah-masalah pendidikan yang fundamental dengan acuan teori-teori sosiologi
pendidikan yang ada, maka sosiologi pendidikan dapat dipahami serta
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari,khususnya dimanfaatkan dalam bidang
pendidikan.
Hubungan yang
mula-mula didasari dengan iklas berubah menjadi hubungan pamrih. Pergeseran
itulah yang merupakan sumber berbagai masalah sosial.instusi pendidikan tidak
mampu mengejar perubahan sosial yang cepat itu, yang disebabkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi., yang menimbulkan berbagai curtural. Karena itu
ahli-ahli sosiologi kemudian menyumbangkan pemikiran-pemikiran untuk turut
memecahkan masalah pendidikan itu. Maka lahirlah suatu disiplin baru yang
disebut sosiologi pendidikan.[6]
Jadi dapat
disimpulkan bahwasanya yang melatar belakangi timbulnya sosiologi pendidikan
adalah kenyataan kehidupan manusia yang ingin mengetahui dan mengenal lebih
mendalam tentang dirinya sendiri dalam berhubungan dengan dunia luar dan
seisinya.
C. Sosiologi
Pendidikan sebagai Sosiologi Murni dan Sosiologi Terapan
Pada hakikatnya bukan hanya ilmu murni (pure
science) yang hanya mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak demi usaha
peningkatan ilmu itu sendiri, namun sosiologi juga menjadi ilmu terapan
(applied sciense) yang menyajikan cara-cara untuk mempergunakan pengetahuan
ilmiahnya guna memecahkan masalah praktis atau masalah sosial yang perlu
ditanggulangi[7].
Kemampuan teoritis yang dimiliki seseorang juga memberikan kemampuan dalam
evaluasi keefektifan kebijakan dan program, menawarkan penyelesaian masalah,
serta mengusulkan cara untuk memperbaikinya, oleh sebab itu sosiologi
pendidikan juga dapat diarahkan sebagai ilmu terapan.
Misalkan seorang ahli sosiologi yang
melakukan penelitian tentang faktor penyebab ketidak tertarikan murid
terhadap pelajaran matematika, apabila penelitian dilakukan hanya untuk
mengetahui faktor penyebabnya saja maka peneliti adalah seorang ilmuan murni,
akan tetapi apabila peneliti tersebut kemudian meneruskanya dengan melakukan
studi mengenai bagaimana cara meningkatkan ketertarikan murid terhadap
pelajaran matematika, makadalam hal ini sosiologi pendidikan sebagai ilmu
terapan. Seoarang sosiolog yang bekerja di tataran praksis, tidak sekedar
meneliti masalah sosial untuk membangun proposisi dan mengembangkan teori,
tetapisosiologi bukanlah doktrin yang kaku dan selalu menekan apa yang
seharusnya terjadi melainkan semacam sudut pandang baru atau ilmu yang selalu
mencoba mengungkap fakta-fakta yang tersembunyi di balik realitas yang tampak.
Kekhususan sosiologi adalah bahwa perilaku manusia selalu dilihat dalam
kaitanya dengan struktur-struktur kemasyarakatan dalam hal ini khususnya di
dunia pendidikan.
Berbeda dengan matematika yang obyeknya mudah di kenal dan sifatnya pasti,
sosiologi paling sulit dimengerti dan diramalkan karena perilaku manusia
merupakan persilangan antara individualisme dan sosialitas yang keduanya saling
mengisi dan meresapi. Dengan demikian sosiologi pendidikan dapat dikatakan
sebagai disiplin intelektual yang secara khusus , sistematis, dan terandalkan
mengembangkan pengetahuan tentang hubungan sosial manusia dalam dunia
pendidikan dan tentang produk dari hubungan tersebut.
D. Tujuan
Sosiologi Pendidikan
Dari pengertian
sosiologi menurut pendapat DR
S. Nasution,M.A. dan F.G
Robbins dengan Brown di atas dapat
disebutkan beberapa konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan, yaitu sebagai
berikut:
1. Sosiologi pendidikan bertujuan menganalisis
proses sosialisasi anak, baik dalam keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Dalam
hal ini harus diperhatikan pengaruh lingkungan dan kebudayaan masayarakat
terhadap perkembangan pribadi anak.
Misalnya, anak yang terdidik dengan baik dalam keluarga yang religius, setelah
dewasa atau tua akan cenderung religius pula. Anak yang terdidik dalam keluarga
intelektual akan cenderung memilih atau mengutamakan intelektual pula.
2. Menganalisis perkembangan dan kemajuan sosial.
Banyak orang atau para pakar yang beranggapan bahwa pendidikan memberikan
kemungkinan yang besar bagi kemajuan masyarakat, karena dengan memiliki ijazah
yang semakin tinggi memudahkan seseorang untuk memperoleh jabatan yang tinggi
pula (serta Penghasilan yang lebih banyak pula, sehingga menambah kesejahteraan
sosioal). Juga dengan pengetahuan dan ketrampilan yang luas atau banyak akan
membuat dan mengembangka aktivitas dan kreativitas sosial.
3. Menganalisis status pendidikan dalam
masyarakat. Berdirinya suatu lembaga pendidikan dalam masyarakat sering
disesuaikan dengan tingkatan daerah di mana lembaga Pendidikan itu
berada. Misalnya, perguruan tinggi dapat di dirikan di tingkat propinsi atau
minimal kabupaten yang cukup animo serta tersedianya dosen yang bonafit. TK dan
SD bisa berdiri di tingkat desa atau kelurahan.
4. Menganalisis partisipasi orang-orang terdidik
atau berpendidikan dalam kegiatan sosial..
5. Menentukan tujuan pendidikan..
Sosiologi pendidikan memberikan penjelasan yang
relevan dengan kondisi kekinian masyarakat, sehingga setiap individu sebagai
masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pertumbuhan dan perkembangan berbagai
fenomena yang muncul dalam masyarakat.
Tujuan
sosiologi pendidikan, pada dasarnya untuk mempercepat dan meningkatkan
pencapaian tujuan dan fungsi pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusia. Hal inilah
yang melatar belakangi system pendidikan nasional menurut UUSPN No.2/1989 pasal
3 yaitu “ untuk mengembangkan kemampuan seta mendekatkan mutu kehidupan dan
martabat bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional”.[8]
BAB II
Ragam Pendekatan dalam Sosiologi Pendidikan
A. Pendekatan
Individu
Dalam ilmu soSial bagian terkecil dari kelompok
masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil yaitu
disebut individu. Kata individu berasal dari bahasa Yunani “in dividuum” yang
berarti sesuatu yang tidak dapat dipisahkan.[9]pada dasarnya individu memiliki cirri-ciri
yang berbeda, selanjutnya apabila individu tersebut saling bergabung akan
membentuk kelompok atau masyarakat.[10] Individu sebagai titik tolak ditentukan atau
dipengaruhi oleh dua macam faktor, yakni faktor intern dan ekstern.
Faktor
intern meliputi faktor-faktor biologis
dan psikologis, sedangkan faktor
ekstern mencakup faktor-faktor
lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Maka di dalam pendekatan individu menitik beratkan
kepada faktor-faktor biologis dan psikologis yang mendeterminir tingkah laku seseorang, kedua faktor itulah yang primer
sedangkan faktor lingkungan sekitar fisik dan faktor lingkungan sosial
merupakan faktor sekunder, karena pendekatan individu berpendapat bahwa
individu yang primer, sedangkan masyarakat adalah sekunder.[11]
1. Faktor Biologis pada Tingkah Laku Manusia
Perbedaan antar
faktor biologis dan psikologis pada tingkah laku manusia adalah bahwa
pada faktor biologis
memandang manusia itu sebagai organisme yang murni dan sederhana, sedangkan
pada faktor psikologis
memandang manusia itu sebagai organisme yang
mempunyai intelegensi.
Faktor-faktor
biologis yang tidak dapat disangkal pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia
ialah bekerjanya secara niormal dari pada hormone-hormon berbagai endokrinon
atau kelenjar-kelenjar buntu di dalam tubuh manusia.
Selain juga
adanya pengaruh-pengaruh hormone endoktrinon terhadap tingkah laku manusia yang
sifatnya natural, dengan adanya cacat jasmaniyah ataupun rohaniyah. Juga bisa
menimbulkan tingkah laku yang berlainan dari yang seharusnya. Dengan demikian
benar ada pengaruh biologis terhadap tingkah laku manusia.
2. Faktor Psikologis pada Tingkah Laku Manusia
Batas antar biologis dan psikologis tidak ekstrim,
tajam dan tetap, karena dengan kemajuan-kemajuan dalam penelitian ilmiah maka
dapatlah diketahui hubungan-hubungan dan perbedaan-perbedaan yang bisa
diketemukan. Suatu penyelidikan tentang karakteristik jasmaniah tentulah harus
mencakup fungsinya, dan sebaliknya studi pada
fungsi dan adaptabilitas
proses mental tak mungkin lengkap tanpa menyelidiki karakteristik naturalnya. Denganbegitu
jelaslah selalu ada hubungan timbal balik antara biologi dan psikologi, justru
kedua-duanya komplementerdidalam
mempelajari tingkah laku manusia.
B. Pendekatan
Sosial
Cara lain untuk
membahas tingkah laku manusiaa adalah dengan mempergunakan pendekatan sosial, pendekatan kelompok. Titik
pangkal daripada pendekatan sosial ini
ialah masyarakat dengan berbagai lembaganya, kelompok-kelompok dengan berbagai
aktivitasnya. Secara kongkret
pendekatan sosial ini membahas aspek-aspek atau komponen daripada kebudayaan
manusia.Jadi segala sesuatu yang dianggap produk bersama,milik bersama ialah
milik masyarakat.Jelas disini yang menjadi gejala primer
adalah masyarakat, kelompok, sedangkan individu itu merupkan gejala sekunder
saja.
Tingkah laku
individu dapat dipahami dengan memahami pada tingkah laku masyarakatnya.
Individu mulai lahir sampai mati dibesarkan dan dikembangkan oleh
masyarakatnya. Misalnya, pada waktu lahir dengan pertolongan bidan atau dukun
bayi, cara merawat bayi dan ibunya, upacara-upacara yang dikakukan untuk si
bayi, apabila anak sudah mulai dapat bicara diajar tata krama
keluarga dan masyarakatnya, misalnya bagaimana
memanggil ibu dan ayah, bagaimana
cara makan dan minum, bagaimana cara berpakaian, agama apa
yang dianut, dan sebagainya semuanya menjelakan bahwa generasi muda
harus bertingkah laku sesuai dengan pola tingkah laku yang dikehendaki oleh
masyarakat, atau dengan perkataan lain dikondisikan
oleh kebudayaan masyarakat.
Jadi,
pendekataan sosial ini titik beratnya
terletak pada masyarakat
dan pengaruh geografi. Jadi, tingkah
laku manusia itu ditentukan semata-mata oleh faktor fisik
dan kultural.
1.
Imitasi (peniruan)
2.
Sugesti (memberi pengaruh)
3.
Identifikasi
4.
Simpati (seperasaan).
C. Pendekatan
Interaksi
Pendekatan interaksi mengindahkan pendekatan individu dengan faktor-faktor
biologis dan psikologisnya pada tiap-tiap individu sebagai kekuatan potensial,
dan pendekatan sosial mempunyai faktor-faktor yang memberikan kesempatan untuk
mengaktualisasikan kekuatan-kekuatan potensial individu untuk dikembangkan ke
arah kemanfaatan dalam tata hidup manusia di dalam masyarakat dan negara.
Pendekatan individu memberikan dasar adanya individualitas watak dan
kepribadian individu-individu perseorangan, sedangkan pendekatan sosial
terutama dengan studi sosiologisnya
memberi landasan arah dan perkembangan watak dan kepribadian individu-individu
dalam dan dengan kontak dengan individu-individu lainnya, kontak antara
masyarakat yang satu dengan yang lainnya, kontak antara masyarakat yang satu
dengan yang lain. Kontak antara negara satu dengan negara yang lain. Studi
sosiologis menegaskan bahwa setiap
individu itu dilahirkan dan dibesarkan oleh masyarakat serta individu-individu
itu dalam hidupnya di masyarakat selalu mengidentifikasikan dirinya dengan pola
timgkah laku dan kebudayaan masyarakatnya.
Pendekatan individu ingin mengetahui diri
pribadi via studi individu-individu dan pendekatan sosial ingin mengetahui diri
pribadi di via studi lingkungan sekitar fisis dan kultural individu. Maka dalam pendekatan interaksi ini ingin mengetahui
dalam konteks sosialnya dengan membahas interaksi antara masyarakat dengan
negara.
Pendekatan interaksi merupakan perpaduan
pendekatan individu dan pendekatan sosial atau dengan kata lain sosiapaedagogik lingkungannya mencakup individu-individu,
kelompok-kelompok sosial, pola-pola tingkah laku dan kebudayaannya. Dengan
adanya interaksi maka manusia dari lahirnya telah mempengaruhi tingkah laku
orang lain dan benda-benda di dalam lingkungan sekitarnya dan sebaliknya
tingkah laku orang lain dan benda-benda mempengaruhi individu dalam
pertumbuhannya.
Pendidikan merupakan kegiatan mengoptimalkan
perkembangan potensi, kecakapan dan karakteristik pribadi peserta didik.
Kegiatan pendidikan diarahkan kepada pencapaian tujuan-tujuan tertentu yang
disebut tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan minimal diarahkan kepada
pencapaian 4 sasaran, yaitu[13]:
1. Pengembangan segi-segi kepribadian,
2. Pengembangan kemampuan kemasyarakatan,
3. Pengembangan kemampuan melanjutkan studi,
4. Pengembangan kecakapan dan kesiapan untuk bekerja.
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang
berintikan interaksi antara peserta didik dengan para pendidik serta berbagai
sumber pendidikan. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan
sumber-sumber pendidikan tersebut dapat berlangsung dalam situasi pergaulan
(pendidikan), pengajaran, latihan, serta bimbingan. Dalam pergaulan antara
peserta didik dengan para pendidik yang dikembangkan terutama segi-segi
afektif: nilai-nilai, sikap, minat, motivasi, disiplin diri, kebiasaan, dan
lain-lain.
Kesimpulan pendekatan ini mengatakan, bahwa untuk mengetahui tingkah laku manusia dilihat dari
individu dan masyarakatnya. Jadi, tidak semata-mata individual atau sosialnya saja, tetapi keduanya.
BAB III
Pendidikan dan Masyarakat
A. Pengertian
Pendidikan dan Masyarakat
Arti pendidikan secara etimologi
berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari atas “ pais” yang mempunyai arti anak,
dan “again” diterjemahkan membimbing, jadi paedagogie ialah bimbingan yang diberikan
pada anak.
Antara pendidikan dan perkembangan masyarakat tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Kemajuan suatu masyarakat dan suatu bangsa sangat
ditentukan pembangunan sektor pendidikan dalam penyiapan Sumber Daya Manusia
(SDM) yang sesuai dengan perkembangan zaman. Sumber Daya Manusia bangsa
Indonesia ke depan tidak terlepas dari fungsi pendidikan nasional. Dalam pasal
3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dikatakan:
Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[14]
Sedangkan definisi masyarakat
ialah sejumlah manusia yang merupakan satu kesatuan golongan yang berhubungan
tetap dan mempunyai kepentingan yang sama. Misalnya sekolah, keluarga,
perkumpulan.
Berikut ini pengertian
masyarakat dari beberapa ahli sosiologi dunia:
1. Selo
Sumardjan
Masyarakat ialah orang-orang yang hidup
bersama dan menghasilkan kebudayaan
2. Karl Marx
Masyarakat adalah suatu struktur yang
menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya
pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
3. Emile
Durkheim
Masyarakat merupakan suatu kenyataan
objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggota-anggotanya.
B. Pendidikan
dan Lingkungan Sosial
Pendidikan berkenaan dengan perkembangan dan
perubahan kelakuan anak didik. Pendidikan bertalian dengan transmisi
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan, dan aspek-aspek kelakuan lainnya
kepada generasi muda. Pendidikan adalah proses mengajar dan belajar pola-pola
kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan oleh masyarakat.
Kelakuan manusia pada hakikatnya
hampir seluruhnya bersifat sosial, yakni dipelajari dalam interaksi dengan
manusia lainnya. Hampir segala sesuatu yang kita pelajari merupakan hasil
hubungan kita dengan orang lain di rumah, sekolah, tempat permainan, pekerjaan,
dan sebagainnya. Bahan pelajaran atau isi pendidikan ditentukan oleh kelompok
atau masyarakat seseorang.
Demikian pula kelompok atau
masyarakat menjamin kelangsungan hidupnya melalui pendidikan. Tiap masyarakat
meneruskan kebudayaan dengan beberapa perubahan kepada generasi muda melalui
pendidikan, melalui interaksi sosial. Dengan demikian pendidikan dapat
diartikan sebagai sosialisasi.
Dalam
arti ini pendidikan dimulai dengan interaksi pertama individu itu dengan
anggota masyarakat lainnya, misalnya pertama kali bayi dibiasakan minum menurut
waktu tertentu. Dalam sdefinisi ini tidak diadakan perbedaan antara orang tua
dengan anak, antara guru dengan murid. Yang diutamakan adalah hubungan erat
antara individu dengan masyarakat. Belajar adalah sosialisasi yang kontinu. Individu belajar dari lingkungan
sosial dan mengajar dan juga mempengaruhi orang lain
Dalam masyarakat kebanyakan
kebiasaan dan pola kelakuan yang pokok dalam kebudayaan dipelajari melalui
proses pendidikan. Namun yang dimaksud aadalah pendidikan formal sekolah.
Sistem pendidikan, yakni sekolah adalah lembaga sosial yang turut menyumbang
dalam proses sosialisasi individu agar menjadi anggota masyarakat yang diharapkan. Sekolah
saling berhubungan dengan masyarakat.
Melalui pendidikan terbentuklah kepribadian
seseorang. Hampir seluruh kelakuan individu dipengaruhi orang lain. Karena itu
kepribadian hakikatnya gejala sosial.kepribadian individu bertalian erat dengan
kebudayaan lingkungan tempat ia hidup.
C. Faktor-faktor
dalam Perkembangan Manusia
Perkembangan manusia dipengaruhi
oleh berbagai faktor yakni faktor biologis, lingkungan ilmiah, lingkungan
sosial budaya.
Kepribadian tak lepas aspek
biologis. Misalnya sstem pendengaran, penglihatan dan organ lainnya. Kelakuan
hanya mungkin dalam organisme hidup. Adanya organisasi untuk penginderaan serta
sistem syaraf merupakan syarat mutlak untuk belajar menangkap, mengolah
perangsang-perangsang dari luar serta menyimpannya.
Lingukngan alamiah seperti iklim dan
faktor geografis lainnya memberikan bahan dan tempat yang perlu bagi kehidupan
seperti oksigen, hujan, dan lain sebagainya. Lingkungan alam merangsang bentuk
kelakuan tertentu, laut untuk menangkap ikan, berlayar, walaupun dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi orang dapat melepas diri dari pengauh dekat.
Faktor ketiga dalam perkembangan
manusia adlah lingkungan sosial budaya.manusia mempelajari kelakuan dari orang
lain di sekitar lingkungan sosialnya. Karena lingkungan berbeda-beda, maka
terdapat pula perbedaan dalam pola kelakuan manusia.[15]
Lingkungan sosial budaya mengandung
dua unsur yakni:
1.
Unsur sosial yakni interaksi antara
manusia,
2.
Unsur budaya yakni bentuk kelakuan
yang sama yang terdapat di kalangan kelompok manusia. Budaya
diterima dalam kelompok meliputi bahasa, nilai-nilai, norma kelakuan, adat
kebiasaan dan sebagainya. Selanjutnya lingkungan sosial-budaya memberikan model
atau contoh bentuk kelakuan yang diterima dan diharapkan oleh masyarakat.
Seluruh pendidikan berlangsung melalui interaksi sosial. Inilah hakikat
pendidikan.
D. Pendidikan
dan Kebudayaan Masyarakat
Setiap bangsa, setiap individu pada umumnya menginginkan pendidikan.
Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan formal, makin banyak dan makin
tinggi pendidikan makin bai. Dahulu banyak tugas yang diinginkan agar tiap warga
Negara melanjutkan pendidikan sepanjang hidup.
Dahulu banyak tugas pendidikan yang dipegang oleh keluarga dan
lembaga-lembaga lain yang lambat laun banyak dialihkan menjadi beban sekolah
sseperti persiapan mencari nafkah, kesehatan, agama, pendidikan kesejahteraan
keluarga, dan lain-lain. Namun pendidikan formal tak diharapkan menanggung
tranmisi keseluruhankebudayaan bangsa. Masyarakat masih akan terus memegang
fungsi yang penting dalam pendidikantranmisi kebudayaan. Pendidikan
norma-norma, sikap adat istiadat, keterampilan social dan lain-lain. Proses ini
diperoleh anak terutama berkat pengalaman dalam pergaulan dengan anggota
keluarga, teman sepermainan dan kelompok primer lainnya.
Fungsi sekolah yang utama ialah pendidikan intelektual, yakni “mengisi
otak” anak dengan berbagai macam pengetahuan. Sekolah dalam kenyataan masih
mengutamakan latihan mental-formal, yaitu suatu tugas yang pada umumnya tidak
dapat dipenuhi oleh keluarga atau lembaga lain, oleh sebab memerlukan tenaga
yang khusus dipersiapkan untuk itu, yakni guru. Dalam pendidikan formal yang
biasanya memegang peranan utama ialah guru dengan mengontrol reaksi dan respons
murid. Anak-anak biasanya belajar di bawah tekanan dan bila perlu pakssaan
tertentu dn kelakuannya dikuasai dan diatur dengan berbagai aturan.
Kurikulum pada umumnya juga ditentukan oleh petugas pendidikan, guru,
atau orang dewasa lainnya akan tatapi ukan oleh murid sendiri. Tidak selalu
bahan itu menarik minat anak dan fungsional dalam kehidupan anak itu. . Maka karena itu
guru berusaha menarik minat anak, menggunakan paksaan atau macam-macam motivasi
ekstrinsik.[16]
BAB
IV
Pendidikan
dan Stratifikasi Sosial
A.
Pengertian Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial (Social Stratification)
berasal dari kata bahasa latin “stratum” (tunggal) atau “strata” (jamak) yang
berarti lapisan. Stratifikasi sosial atau strata sosial adalah struktur sosial
yang berlapis-lapis di masyarakat. Lapisan sosial menunjukkan bahwa masyarakat
memiliki strata, mulai dari terendah sampai yang paling tinggi. Secara
fungsional, akhirnya strata sosial ini karena kebutuhan masyarakat terhadap
sistem produksi yang dihasilkan oleh masyarakat oleh
setiap strata, dimana system produksi itu mendukung secara fungsional
masing-masing strata. Social stratification adalah perbedaan penduduk dan
masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial secara bertingkat yaitu kelas-kelas
tinggi dan kelas-kelas rendah. [17]
Adapun yang melatar belakangi timbulnya pengelompokan
kelas ini adalah sebagai berikut :
1. Perbedaan rasa dan budaya
2. Pembagian tugas atau kerja yang
terspesialisasi
3. Kelangkaan sumber daya maupun kekuasaan.
Serta yang mendasari terjadinya stratifikasi social
adalah kekayaan, kekuasaan, kehormatan, keturunan, pendidikan (illmu
pengetahuan).
B.
Hubungan Pendidikan dengan Stratifikasi Sosial
Dalam masyarakat yang menghargai ilmu
pengetahuan atau pendidikan, orang yang memiliki keahlian atau berpendidikan
akan mendapat penghargaan lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak
berpendidikan. Maka itu pada ini pendidikan merupakan salah satu dasar
stratifikasi sosial.
Jika sekolah
berdampak terhadap kualitas lulusan pendidikan, dan jika kualitas pendidikan
berdampak terhadap lapangan kerja yang diperoleh dan upah atau penghasilan yang
diterima, masa depan anak-anak darinlapisan sosial yang lebih tinggi akan tetap
bertahan, maka disinn kualitas sekolah atau pendidikan dapat mempertahankan
stratifikasi sosial. Stratifikasi sosial merupakan gejala sosial yang tidak
dapat dihindari dan terdapat disetiap masyarakat manapun disunia. Pandangan dan
keperluan mengenai pendidikan, dorongan, cita-cita dan hal yang lain bertalain
dengan pendidikan diwarnai stratifikasi sosial. Masyarakat yang menganut sistem
sosial terbuka memiliki kesempatan luas untuk berusaha naikketangga sosial yang
lebih tinggi. Konsekuensinya terbuka pula untuk jatuh/turun dalam tangga sosial
yang lebih rendah. Gejala naik turunyya tangga lapisan sosial ini tidak
terdapat dalam masyarakat yang menganut sistem pelapisan sosial yang tertutup
C.
Penggolongan Sosial
Dalam Tiap masyarakat orang menggolongkan
masing-masing dalam berbagai kategori, dari lapisan yang paling atas sampai
yang paling bawah. Dengan demikian terjadilah stratifikasi sosial. Ada
masyarakat yang mempunyai stratifikasi sosial yang sangat ketat yang disebut
dengan kasta. Seorang lahir dalam golongan tertentu dan ia tak mungkin
meningkat ke golongan yang lebih tinggi. Keanggotaannya dalam suatu kategori
merupakan factor utama yang menentukan tinggi pendidikan yang dapat
ditempuhnya, jabatan yang dapat didudukinya, orang yang dapat dikawininya, dan
sebagainya.
Biasanya
penggolongan sosial tidak seketat itu akan tetapi fleksibel dengan batas-batas
yang agak kabur dan senantiasa dapat mengalami perubahan. Dalam masyarakat yang
demikian anak seorang jenderal dapat bekerja sebagai penyanyi di night club dan
kawin dengan putri keturunan bangsawan zaman dulu.
D.
Cara-cara menentukan Golongan Sosial
Adanya golongan sosial timbul karena adanya perbedaan status di
kalangan anggota masyarakat. Untuk menentukan stratifikasi sosial dapat diikuti
tiga metode yaitu:
1.
Metode obyektif
Stratifikasi ditentukan berdasarkan jumlah pendapatan, lama atau
tinggi pendidikan, jenis pekerjaan. Biasanya keterangan demikian terkumpul
sewaktu diadakan sensus.
2.
Metode subyektif
Dalam metode ini golongan sosial dirumuskan menurut pandangan
anggota masyarakat menilai dirinya dalam hierarki kedudukan dalam masyarakat
itu.
3.
Metode reputasi
Metode ini dikembangkan oleh W.Lloyd Warner cs. Dalam metode ini
golongan sosial dirumuskan menurut bagaimana anggota masyarakat menempatkan
masing-masing dalam stratifikasi masyarakat itu. .kesulitan penggolongan
obyektif dan subyektif ialah bahwa penggolongan itu sering tidak sesuai dengan
tanggapan orang dalam kehidupan sehari-hari yang nyata tentang golongan sosial
masing-masing.
E.
Golongan Sosial sebagai Lingkungan Sosial
Golongan sosial sangat
menentukan lingkungan sosial seseorang. Pengetahuan, kebutuhan dan tujuan, sikap,
watak seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. System golongan
sosial menimbulkan batas-batas dan rintangan ekonomi, kultural dan sosial yang
mencegah pergaulan dengan golongan-golongan lain. Manusia mempelajari
kebudayaannya dari orang lain dalam golongan itu yang telah memiliki kebudayaan
itu. Maka orang dalam golongan sosial tertentu akan menjadi orang yang sesuai
dengan kebudayaan dalam golongan itu dan dengan sendiri mengalami kesulitan
untuk memasuki lingkungan sosial lain. Golongan sosial membatasi dan menentukan
lingkungan belajar anak.
Bila kita menghadapi orang yang belum kita kenal kita
berusaha mengetahui golongan sosialnya agar dapat menentukan hingga berapa jauh
kita dapat bersikap akrab kepadanya.
Orang yang termasuk golongan sosial yang sama
cenderung untuk bertempat tinggal di daerah tertentu. Orang golongan atas akan
tinggal di daerah tertentu. Orang golongan atas akan tinggal di daerah elite
karena anggota golongan rendah tidak mampu untuk tinggal di sana.
Orang akan mencari pergaulan di kalangan yang dianggap sama golongan
sosialnya. Namun demikian ada kemungkinan terjadi perpindahan golongan sosial.
F.
Tingkat Pendidikan dan Tingkat Golongan Sosial
Dalam berbagai studi,
tingkat pendidikan tertinggi yang diperoleh seseorang digunakan sebagai indeks
kedudukan sosialnya. Menurut penelitian memang terdapat korelasi yang tinggi
antara kedudukan sosial seseorang dengan tingkat pendidikan yang telah
ditempuhnya. Walaupun tingkat sosial seseorang tidak dapat diramalkan
sepenuhnya berdasarkan pendidikannya, namun pendidikan tinggi bertalian erat
dengan kedudukan sosial yang tinggi. Ini tidak berarti bahwa pendidikan tinggi
dengan sendirinya menjamin kedudukan sosial yang tinggi.
Korelasi antara pendidikan dan golongan sosial antara
lain terjadi oleh sebab anak golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan
pelajarannya sampai perguruan tinggi. Orang yang termasuk golongan sosial atas
beraspirasi agar anaknya menyelesaikan pendidikan tinggi. Jabatan orang tua,
jumlah dan sumber pendapatan, daerah tempat tinggal, tanggapan masing-masing
tentang golongan sosialnya, dan lambang-lambang lain yang berkaitan dengan
status sosial ada kaitannya dengan tingkat pendidikan anak.
Orang tua yang berkedudukan tinggi, yang telah
bergelar akademis, yang mempunyai pendapatan besar tinggal di rumah gedung
besar di daerah elite, merasa dirinya termasuk golongan sosial atas, mempunyai
mobil Mercedes serta TV berwarna lengkap dengan video-tape dapat diharapkan
akan mengusahakan agar anaknya masuk universitas dan memperoleh gelar akademis.
Sebaliknya anak yang orangtuanya buta huruf mencari nafkahnya dengan
mengumpulkan ountung rokok, tinggal di gubuk kecil di tepi rel kereta api dan
harus jalan kaki, tak dapat diharapkan akan berusaha agar anaknya menikmati pendidikan
tinggi.
Perbedaan sumber pendapatan juga mempengaruhi harapan
orangtua tentang pendidikan anaknya. Sudah selayaknya orangtua yang berada
mengharapkan agar anaknya kelak memasuki perguruan tinggi. Soalnya hanya
universitas mana dan jurusan apa disamping tentunya kemauan anak. Sebaliknya
orangtua yang tidak mampu tidak akn mengharapkan pendidikan yang demikian
tinggi. Cukuplah bila anak itu menyelesaikan SD, paling-paling SMP. Ada kalanya
anak itu sendiri mempunyai kemauan keras untuk melepaskan diri dari lingkungan
dan berusaha sendiri dengan segenap tenaga
untuk melanjutkan pelajarannya ke perguruan tinggi. Syukur bila ia
berbakat, sanggup kerja sambil belajar dan dapat memperoleh beasiswa.
Faktor lain yang menghambat anak-anak golongan rendah
memasuki perguruan tinggi ialah kurangnya perhatian akan pendidikan dikalangan
orangtua. Banyak anak-anak golongan ini yang behasrat untuk memperoleh
pendidikan yang lebh tinggi akan tetapi
dihalangi oleh ketiadaan biaya. Banyak pula anak-anak yang putus sekolahnya
kaarena alas an financial. Pendidikan memerlukan uang, tidak hanya untuk uang
sekolah akan tetapi juga untuk pakaian, buku, transport, kegiatan
ekstra-kurikuler, dan lain-lain.
G.
Golongan Sosial dan Jenis Pendidikan
Pendidikan menengah pada dasarnya diadakan
sebagai persiapan untuk pendidikan tinggi. Karena biaya pendidikan tinggi pada
umumnya mahal, tidak semua orang tua mampu membiayai studi anaknya di situ.
Pada umumnya anak-anak yang orangtuanya mampu, akan memilih sekolah menengah
umum sebagai persiapan untuk studi di universitas.
Orang tua yang mengetahui batas kemampuan keuangannya
akan cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya. Sebaliknya anak-anak
orang kaya tidak tertarik oleh sekolah kejuruan. Dapat diduga bahwa sekolah
kejuruan akan lebih banyak mempunyai murid dari golongan rendah daripada yang
berasal dari golongan atas. Karena itu dapat timbul pendapat bahwa sekolah
menengah umum mempunyai status yang lebih tinggi daripada sekolah kejuruan.
Murid-murid sendiri lebih cenderung memilih sekolah menengah umum, walaupun
sekolah kejuruan member jaminan yang lebih baik untuk langsung bekerja daripada
yang lulus sekolah menengah umum.
Demikian pula mata pelajaran atau bidang studi yang
berkaitan dengan perguruan tinggi mempunyai status yang lebih tinggi, misalnya
matematika dan fisika dipandang lebih tinggi daripada katakanlah PKK atau Tata
Buku. Sikap demikian bukan hanya terdapat dikalangan siswa, akan tetapi juga di
kalangan orangtua dan guru yang dengan sengaja atau tidak sengaja menyampaikan
sikap itu kepada anak-anak. Orang tua dan guru mempunyai pandangan yang lebih
tinggi terhadap mata pelajaran atau kurikulum yang
mempersiapkan murid untuk perguruan tinggi daripada yang tidak memberi
persiapan itu.
Seharusnya sekolah dapat membuka kesempatan
untuk meningkatkan status anak-anak dari golongan rendah. Di sekolah mereka
mempunyai hak yang sama atas pelajaran, mempelajari buku yang sama, mempunyai
guru yang sama,, bahkan berpakaian seragam yang sama denagn nak-anak yang dari
golonga tinggi. Dengan prestasi yang
tinngi,mereka akan di terima dan di hargai oleh semua murid. Dalam hubungan
kelas mereka dapat mengikat persahabatan dengan anak dari golongan yang tinggi.
BAB V
Pendidikan dan Hubungan antar Kelompok
A.
Pengertian Pendidikan dan Kelompok
Pendidikan dapat diartikan
secara sederhana sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai
dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya,
istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau pertolongan yang
diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya,
pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan orang lain agar menjadi
dewasa atau mencapai hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti
mental.
Pengertian pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara , yaitu tuntutan
di dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya ,pendidikan yaitu menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia
dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
Menurut UU Sisdiknas 2003, pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap,kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokrasis serta bertanggung jawab.[18]
Secara sosiologis, istilah kelompok mempunyai pengertian sebagai
suatu kumpulan dari orang-orang yang mempunyai hubungan dan berinteraksi, di
mana dapat mengakibatkan tumbuhnya perasaan bersama. Menurut sosiologi,
pengertian kelompok adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang saling berinteraksi
dan terjadi hubungan timbale balik dimana ia merasa bagian dari kelompok
tersebut.
Menurut Joseph S. Roucek , suatu kelompok yaitu meliputi dua atau
lebih manusia yang diantara mereka terdapat beberapa pola interaksi yang dapat
dipahami oleh para anggotanya atau orang lain secara keseluruhan.
B.
Kelompok-kelompok SoSial dalam Masyarakat
Kelompok sosial dapat
diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk. Hal ini sangat bergantung dari sudut
pandang ahli yang bersangkutan. Ada yang memandang dari kekuatan ikatan
emosional yang terbentuk. Bahkan ada yang membaginya berdasarkan banyaknya
jumlah anggota kelompok.
Menurut John L. Ghillin meembagi kelompok atas dasar fungsionalnya
sebagai berikut:
1.
Kelompok persamaan darah
(blood) :keluarga, kasta , dan lainnya.
2.
Kelompok berdasarkan karakteristik jasmaniyah atau mental: sama
jenis kelamin, sama rasnya dan lainnya.
3.
Kelompok proximitas: community, kelompok-kelompok territorial dan
lainnya.
4.
Kelompok berdasarkan
interest kulturil : ekonomi, teknologi, agama, pendidikan, rekreasi ,
dan sebagainnya.[19]
C.
Sekolah sebagai Suatu Organisasi
Secara umum organisasi dapat didefenisikan sebagai kelompok manusia yang
berkumpul dalam suatu wadah yang mempunyai tujuan yang sama, dan bekerja untuk
mencapai tujuan itu. Organisasi merupakan unit sosial yang dengan sengaja
dibentuk dan dibentuk kembali untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Sekolah
dengan sengaja diciptakan dalam arti bahwa pada saat tertentu telah diambil
suatu keputusan untuk mendirikan sebuah sekolah guna memudahkan pegajaran
sejumlah mata pelajaran yang beraneka ragam. Sekolah juga dibentuk kembali,
Dalam arti bahwa setiap orang-orang berhubungan satu sama lain dalam konteks
sekolah; ada yang mengajar, ada yang bersusah payah untuk belajar, dan ada yang
membersihkan ruangan, menyedikan makanan atau melakukan berbagai kegiatan
sekolah (Philip Robinshon, 1987:237)
Sekolah merupakan contoh dari suatu organisasi formal. Davis (dalam
Robinshon, 1987:238) mengungkapkan sekolah sebagai suatu organisasi:
“Meskipun sekolah merupakan benda yang sudah tidak asing lagi bagi kita
semua, semua college-college bagi orang banyak, kemampuan kita untuk
menjelaskan dan menggeneralisasikan cara kerjanya dengan cara yangagak mendalam
masih dibatasi oleh kekurangan-kekurangan dalam analisa organisasi itu sendiri
oleh kelangkaan telaah empiris yang layak dalam bidang pendidikan”.
Seperti akan kita lihat, yang terbaik dibangun sekitar tlaah khusus.
Pembahasa-pembahasan mengenai lembaga-lembaga spesifik, dan dengan itu
diusahakan untuk menghubungkan biografi dan struktur dengan suatu konteks historis.
D.
Struktur Hubungan antar Kelompok di Sekolah
Salah satu aspek yang biasa terlupakan oleh sekolah adalah
memupuk hubungan sosial di kalangan murid-murid. Biasanya sekolah terlalu focus
pada peningkatan kualitas akademik saja. Program pendidikan antar murid, antar
golongan ini bergantung pada struktur sosial murid-murid. Ada tidaknya golongan
minnoritas di kalangan mereka mempengaruhi hubungan kelompok-kelompok itu.
Sebagai sebuah
komunitas sosial sekolah juga tidak akan luput dari masalah dalam hubungan
antar kelompok. Masalah tersebut antara lain adalah gap atau kesenjangan antar
kelompok. Stigma kelompok minoritas sering muncul dipermukaan, dimana kelompok
dalam kuantitas yang sedikit cenderung diabaikan baik secara fisik maupun
kebijakan. Kecemburuan dan persaingan tidak sehat antar kelompok juga dapat
memicu timbulnya masalah antar kelompok di sekolah. Istilah gang menjadi trend
anak sekolah saat ini. Gang adalah representasi dari kelakuan siswa dalam
lingkungan pergaulannya di sekolah.
E.
Masalah-masalah yang muncul dalam hubungan antar Kelompok di
Sekolah
Sebagai sebuah komunitas social sekolah juga tidak akan luput
dari masalah dalam hubungan antar kelompok. Masalah tersebut antara lain :
adalah gap atau kesenjangan antar kelompok. Stigma kelompok minoritas sering
muncul dipermukaan , dimana kelompok dalam kuantitas yang sedikit cenderung
diabaikan baik secara fisik maupun kebijakan.
Kecemburuan dan
persaingan tidak sehat antar kelompok juga dapat memicu timbulnya masalah antar
kelompok disekolah. Ikatan psikologis-emosional sering menyebabkan terjadinya
perkelahian antar pelajar meskipun hanya karena persoalan sepele, hal ini dapat
dimaklumi dari tinjauan psikologis dimana perkembangan peserta didik dimasa itu
merupakan babak pencarian jati diri sehingga cenderung tidak stabil, emosional,
dan mau menang sendiri.
F.
Upaya Pendidikan dalam Mengatasi Masalah yang Muncul dalam Hubungan
antar Kelompok di Sekolah
Dalam sebuah sekolah, tentunya sering atau pernah terjadi kesalah
pahaman antara orang-orang di dalamnya. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan
oleh pihak sekolah untuk mengatasi masalah yang muncul dalam hubungan antar
kelompok. Diantaranya sebagai berikut:
1.
Pemberian informasi, diskusi kelompok hubungan pribadi, dan
sebagainya.
2.
Memberikan informasi tentang sumbangan minoritas kepada kelompok.
3.
Menanamkan nilai-nilai toleransi antar siswa.
4.
Membuka kesempatan seluas-luasnya untuk mengadakan hubungan atau
pergaulan antara murid-murid dari berbagai golongan.
5.
Menggunakan teknik bermain peranan atau sosiodrama.
6.
Menggalakkan kegiatan ekstrakulikuler. [20]
BAB VI
Masyarakat dan Kebudayaan Sekolah
A.
Pengertian Kebudayaan Sekolah
Dalam kamus
lengkap bahasa Indonesia , kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan akal
budi manusia.[21]
Kebudayaan (cultuur dalam bahasa belanda),(culture dalam bahasa inggris)
berasal dari bahasa latin “colere” yang berarti mengolah, mengerjakan,
menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi
ini maka berkembanglah arti culture yaitu “segala daya dan aktifitas manusia
untuk mengubah alam”.
Dari sudut bahasa
Indonesia, kebudayaan berasal dari kata buddhi yang berarti budi atau akal.
Pendapat lain mengatakan bahwa kata budaya adalah sebagai perkembangan dari
kata majemuk yaitu budi daya yang berarti daya dari budi, karena itu dibedakan
antara pengertian budaya dan kebudayaan.[22]
Sistem pendidikan di
sekolah yang mengembangkan pola kelakuan tertentu sesuai dengan yang diharapkan
masyarakat dan murid-murid. Kehidupan disekolah serta norma-norma yang berlaku
didalamnya dapat disebut dengan Kebudayaan Sekolah. Budaya sekolah merupakan
kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma, ritual, mitos yang dibentuk dalam
perjalanan panjang sekolah, guru, beserta seluruh yang berperan didalamnya
sebagai dasar mereka dalam memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang
muncul disekolah.[23]
B.
Unsur-unsur Budaya Sekolah
Bentuk budaya muncul sebagai suatu fenomena yang unik dan menarik,
karena pandangan sikap, perilaku yang hidup dan berkembang dalam sekolah pada
dasarnya mencerminkan kepercayaan dan keyakinan yang mendalam dan khas dari
warga sekolah. Kebudayaan sekolah itu memiliki beberapa unsur-unsur penting
yaitu:[24]
1.
Letak lingkungan dan prasarana fisik sekolah.
2.
Kurikulum sekolah yang memuat gagasan-gagasan maupun fakta-fakta
yang menjadi keseluruhan program pendidikan.
3.
Pribadi-pribadi yang merupakan warga sekolah.
4.
Nilai-nilai norma, sistem peraturan, dan iklim kehidupan sekolah.
Unsur-unsur budaya sekolah jika ditinjau dari usaha peningkatan
kualitas pendidikan sebagai berikut:[25]
1.
Kultur sekolah yang positif
Adalah kegiatan yang mendukung peningkatan kualitas pendidikan,
misalnya kerjasama dalam mencapai prestasi, penghargaan terhadap prestasi, dan
komitmen terhadap belajar.
2.
Kultur sekolah yang negatif
Adalah
kultur yang kontra terhadappeningkatan mutu pendidikan.
3.
Kultur sekolah yang netral
Adalah
kultur yang tidak berfokus pada satu sisi namun dapat memberikan konstribusi
positif terhadap perkembangan peningkatan mutu pendidikan.
C.
Hubungan Kebudayaan Sekolah dengan Masyarakat
Dalam terminologi
kebudayaan, pendidikan yang berwujud dalam bentuk lembaga atau instansi sekolah
dapat dianggap sebagai pranatasosial yang di dalamnya berlangsung kegiatan
tertentu yaitu interaksi antara pendidik dan peserta didik sehingga mewujudkan
suatu sistem nilai atau keyakinan, norma juga kebiasaan yang di pegang bersama.
Pendidikan sendiri adalah suatu proses budaya. Namun nilai-nilai
yang mana yang seharusnya dikembangkan atau dibudayakan dalam proses pendidikan
yang berkualitas. Dalam hal ini karakteristik peran kultur sekolah berdasarkan
sifatnya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1.
Bernilai strategis
2.
Memiliki daya ungkit
3.
Berpeluang sukses
4.
Memperbaiki kinerja sekolah
5.
Membangun komitmen warga sekolah
6.
Membuat suasana kekeluargaan,kolaborasi, ketahanan belajar,
semangat terus maju, dorongan bekerja keras dan tidak mudah mengeluh dan
suasana batin yang menyenangkan di antara warga sekolah.
Hubungan antara sekolah dan masyarakat pada hakekatnnya adalah
suatu sarana yang cukup mempunyai peranan yang menentukan dalam rangka
mengadakan usaha mengadakan pembinaan pertumbuhan dan pengembangan murid-murid
disekolah. Secara umum orang dapat mengatakan apabila terjadi kontak, pertemuan
dan lain-lain antara sekolah dengan orang luar sekolah, adalah kegiatan
hubungan sekolah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
BAB
VII
Pendidikan
dan Perubahan Sosial
A.
Konsep Perubahan Sosial
Pendidikan adalah serangkaian kegiatan
komunikasi antara manusia dewasa dengan
si anak didik secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka
memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya.
Perubahan sosial adalah
sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu
masyarakat. Perubahan sosial merupakan gejala umum yang terjadi sepanjang masa
dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia yang
selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman
mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan penyebab dari
perubahan. Sedangkan menurut Farley mengatakan perubahan pola perilaku,
hubungan social, lembaga dan sruktur sosial pada waktu tertentu.[26]
Pendidikan dan
perubahan social melampaui tiga syarat, yaitu sebagai berikut:
1. Perubahan struktural
2. Perubahan Kultural
3. Perubahan
Interiaksionis
Perubahan sosial itu
merujuk kepada perubahan suatu fenomenal sosial diberbagai tingkat kehidupan
manusia mulai dari tingkat individual hingga tingkat dunia.[27]
1.
Konsep kemajuan social.
Gagasan
kemajuan social, menimbulkan keretakan yang tajam dengan pemikiran pemikiran
sosialis yang banyak dianut pada pertengahan abad ke 19 yang di kenal sebagai
inovasi ideology. Hal trsebuat terkait dengan gagasan tradisional yang
dipropogandankan pihak gereja bahwa kehidupan didunia adalah penderitaan
setelah menerima hukuman Tuhan diturunkan dari surge. Sedangkan gagasan kemajua
social berbeda bahwa kehidupan manusia ditemukan oleh manusia sendiri. Manusia
membentuk masyarakat dan berusaha memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Gagasan
kemajuan menyangkut banyak aspek, diantaranya :
a.
Evolusionisme.
Comte
sebagai bapak sosiologi melengkapi konsep kemajuan social bahwa setiap
masyarakat harus berkembang dari tahap
teologi sampai tahap ilmiah. Pada tahap akhir, yakni tahap ilmiah, control
rasional pada manusia menjadi mungkin. Banyak teori evolusi social yang sangat
berlawanan telah dikembangkan yang msing-masing memberi dasar pemikiran yang
memuaskan mengenai perubahan yang menarik bagi pecetus teorinya.
b.
Neo evolusionisme.
Ahli sosiologi modern Lester F. Ward memadukan positivism comte
dengan Darwinisme dan kepercayaan tradisional Amerika pada keuntungan social
pendidikan sekolah luar negeri untuk menghasilkan konsep kemajuan social.
Mereka percaya bhwa perubahan social tidak dapat terelakkan dan mereka
berpendapat bahwa arah perubahan social adalah bentuk organisasi yang sederhana
sanagt berbeda, tetapi pada saat yang sama sangat terpadu yang menjadi
karakteristik masyaraakat modern
2. Konsep sosialistik mengenai perubahan.
Evolusionisme
cenderung mendomunasi pikiran social abad 19 samapi abad ini, tetapi hal
tersebut sering kali digabungkan dengan konsep
kemajuan melalui tindakan social yang rasional untuk membenarkan suatu
bentuk program reformasi.
a. Teori perubahan siklus.
Evolusionis termasuk Marx menampilkan
fakta-fakta yang dipilih dari perkembangan sejarah atau untuk membedakan antara
masyarakat primitive dengan masyarakat barat yang kontemporer. Tingkat
perubahan social sanagt berbeda dari masyarakat ke masyarakat yang lain, dari
wkatu dalam masyarakat tertentu. Demikian juga arah perubahan yang terjadi juga
berbeda-beda.
b. Teori sejarah.
Antithesis terhadap teori bahwa perubahan
social menuju kea rah kesempurnaan adalah kuno dan menimbulkan ide bahwa
perubahan social tidak menuju kesempurnaan tetapi menuju kepunahan. Muncul dan
menurunnya peradaban dimasa lalu dapat disamakan dengan siklus hidup, manusia
lahir, tumbuh dewasa, tua dan mati.
B.
Teori-teori Perubahan Sosial
1. Teori
sosiohistoris
Variabel latar belakang sejarah dengan
menekankan proses evolusi sebagai factor penting terjadinya perubahan sosial.
Perspektif ini meliahat perubahan dalam
dua dimensi yang saling berbeda asumsi.[28]
2. Teori Fungsionalisme Struktural
Melihat
perubahan sosial sebagai dinamika adaptif-menuju keseimbangan baru akibat
perubahan lingkungan eksternal.
3. Teori Psikologi Sosial
Memandang perubahan sosial sebagai akibat dari peran actor actor
individual untuk berkreasi dan berkembang.
4. Teori Konflik
Menjelaskan fenomena perubahan sosial
karena adanya proses sosial disosiatif dalam masyarakat. Teori ini banyak
berbicara tentang perubahan masyarakat.
Ada pula teori lainnya
dalam Teori-teori Perubahan Sosial berikut:
a. Linear Theory: melalui tahapan-tahapan (stage) dan selalu menuju ke
depan; misalnya adanya perubahan masyarakat, dari masyarakat buta huruf menjadi
masyarakat melek huruf.
b. Spiralic Theory:
melalui pengulangan-pengulangan diiringi kematangan didalamnya; misalnya
pandangan masyarakat dalam berpolitik dengan sistem multipartai.
c. Cyclical Theory: melalui putaran panjang yang pada suatu saat menemukan
track yang pernah dilalui; misalnya kembalinya masyarakat Barat kepada hal-hal
yang natural dalam pengobatan, keyakinan, dsb.
d. Teori Historis:
Kemajuan masyarakat mengacu masyarakat maju berdasar jamannya. Episentrumnya
berpindah-pindah; dari Sungai Indus (India), Sungai Yang Tse (Cina), Lembah
Sungai Nil (Mesir), Yunani-Romawi, Eropa Barat, Amerika Utara, sampai Jepang.
e. Teori Relativisme:
Kemajuan masyarakat mengacu masyarakat Barat, khususnya AS. Episentrumnya
Barat. Modernisasi = westernisasi. Kriteria: teknologi maju, organisasi sosial
mendukung, ekonomi maju, dan politik mapan.
f. Teori Analitik: Kemajuan masyarakat ditandai dari berbagai aspek: ekonomi,
politik, keluarga, mobilisasi sosial, dan agama yang semuanya itu bertumpu pada
perkembangan iptek (pendidikan).
Teori-teori ini memberikan gambaran mengenai bentuk-bentuk perubahan sosial
(sosial change) yang terjadi di masyarakat. Misalnya Linear Theory,
dengan melalui beberapa tahap menuju ke depan, atau menuju perubahan yang lebih
baik. Contohnya perubahan masyarakat yang awalnya buta huruf menjadi melek
huruf setelah adanya pendidikan.
C.
Pendidikan sebagai Social Control dan Social Change
Pendidikan sebagai social control dan
social change itu dijelaskan dalam unsure yang berbeda. Sosial control adalah
pengendalian sikap sosial segala proses, baik yang direncanakan atau tidak,
bersifat mendidik, mengajak, atau bahkan memaksa warga masyarakat mematuhi
kaidah-kaidah masyarakat dan nilai
sosial yang berlaku.
Pengendalian sosial bertujuan untuk
mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam
masyarakat. Pengendalian sosial
dapat bersifat preventif yaitu pencegahan terhadap terjadinya gangguan pada
keserasian antara kepastian dengan keadilan dan bersifat represif yaitu
bertujuan untuk mengembalikan keserasian yang pernah mengalami gangguan atau
bahkan kedua-duanya dari sifat iku.
Sosial change adalah salah satu institusi
sosial yang ada di masyarakat. Pendidikan dalam perubahan sosial dalam rangka
untuk meningkatkan kemampuan analisis kritis yang berperan untuk menanamkan
keyakinan dan nilai baru tentang cara berpikir manusia.
Lembaga pendidikan sering dianggap
sebagai salah satu lembaga social yang paling konservatif dan statis di
masyarakat yang mampu mengikuti dan menanggapi arus perubahan yang cepat yang
terjadi di masyarakat. Sehingga di sinilah pendidikan harus dapat memainkan
peran agar dapat menyesuaikan budaya lama dengan budaya baru. Tidak hanya
sekedar memainkan peran, namun juga ikut memerankan peran secara terarah.
D.
Pendidikan dan Pembaharuan Masyarakat
Perubahan
sosial merupakan proses social yang dialami oleh anggota masyarakat serta semua
unsure-unsur budaya dan sistem-sistem sosial. Perubahan social menyangkut
aspek-aspek seperti perubahan pola piker masyarakat, perubahan perilaku
masyarakat, dan perubahan budaya materi. Sejalan dengan arah baru mengenai
pendidikan di dalam pengembangan suatu masyarakat, maka ilmu pendidikan juga
mempunyai orientasi baru.
1. Arah Baru Paedagogik
Di dalam perkembangannya, paedagogik terbatas kepada masalah-masalah
mikro pendidikan, seperti perkembangan anak, proses belajar dan pembelajaran,
fasilitas pendidikan, biaya pendidikan, manajemen pendidikan , dan sebagainnya.
Dalam perkembangannya pedagogic ternyata tidak terlepas dari
perubahan-perubahan social, politik, dan ekonomi.
Dalam perubahan social telah membawa kepada suatu keperluan untuk
memberikan orientasi baru terhadap pedagogik. Pedagogic bukan sekedar
mencermati perkembangan anak sejakmlahir sampai dewasa, atau menyimak
mengenainproses belajar dan pembelajaran, tetapi lebih luas daripada itu yaitu
menempatkan perkembangan dan kehidupan manusia di dalam tatanan kehidupan
global.
2. Pendidikan, ekonomi, Politik , dan Kebudayaan
Pedagogik dalam orientasi baru , menunjukkan keterkaitan yang erat antara
pedagogik dengan pertumbuhan ekonomi serta pertumbuhan politik.
Dewasa
ini boleh dikatakan pendidikan telah diadopsi oleh semua Negara, baik Negara
maju atau Negara berkembang. Pendidikan diadopsi untuk menghadapi
perubahan-perubahan besar didalam kehidupan masyarakat. Pendidikan sudah
dijadikan prioritas pertama dari banyak Negara dan dijadikan sebagai pondasi
perubahan global dan menghadapi masyarakat digital. Sehingga peranan pendidikan
di dalam suatu masyarakatbaru yang berdasarkan paradigm baru, akan dapat
dipersiapkan melalui proses pendidikan.
[3]
Hoult dalam Dwi Narwoko & bagong suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan,(Jakarta: Kencana,2006),hal.3
[4] Muhammad Rifa’i,Sosiologi Pendidikan Struktur dan Interaksi di dalam
Institusi Pendidikan,(Jogjakarta:AR-RUZZ MEDIA,2001),hal.12
[7]
Horton dan Hunt dalam Dwi Narwoko-Bagong Suryanto,Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan,(Jakarta:Kencana,2006),hal.2
[8] Abdullah Idi,Sosiologi Pendidikan
Individu, Masyarakat, dan Pendidikan,(Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada,2011),hal.26
[13]Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2013), hlm.24.
[14]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3.
[16]Ravik Karsidi dalam Muhammad Rifai, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta:
AR-RUZZ MEDIA,2001),hlm.170-173.
[24] Ibid.
[25] Djemari mardapi, Pola Induk Sistem Pengujian Hasil KBM Berbasis
Kemampuan Dasar SMU: Pedoman Umum (Jakarta: Dirjen Dikdasmen, Direktorat
Dikmenum, 2003),hlm.28
[27] J. Dwi Narwoko Bagong Suyanto,Sosiologi Teks Pengantar dan
Terapan,(Jakarta:Kencana,2006),hlm.363
DAFTAR PUSTAKA
Shadily, Hassan. 1993.Sosiologi Untuk Masyarakat
Indonesia.Jakarta:RINEKA CIPTA
Ahmadi, Abu . 2001. Sosiologi Pendidikan.Jakarta:RINEKA
CIPTA
Hoult dalam Dwi
Narwoko & bagong suyanto. 2006. Sosiologi
Teks Pengantar Dan Terapan. Jakarta:
Kencana
Rifa’i, Muhammad. 2001. Sosiologi
Pendidikan Struktur dan Interaksi di dalam Institusi Pendidikan.Jogjakarta:AR-RUZZ
MEDIA
Idi, Abdullah
. 2011.Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat, dan Pendidikan.Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada
Dinata,
Sukma. 2007..Landasan Psikologi Proses Pendidikan.Bandung:PT
Remaja Rosdakarya
M. Setiadi, Elly . 2009.Ilmu Sosial dan Budaya
Dasar, Ed ke-2.Jakarta:Kencana
Ahmadi, Abu . 2004. Sosiologi Pendidikan.Jakarta:RINEKA
CIPTA
Soekanto, Soerjono. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta: CV. Rajawali
Syaodih Sukmadinata, Nana. 2013. Metode Penelitian Pendidikan.Bandung: Remaja Rosdakarya
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab
II, Pasal 3.
Nasution, S.2011. Sosiolog
Pendidikan.Jakarta: PT BUMI AKSARA
Maunah, Binti. 2009.Landasan Pendidikan.Yogyakarta:TERAS
Marharianto, Bambang. 2004.Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia.Surabaya:Media Centre
Mardapi, Djemari. 2003.Pola Induk Sistem Pengujian Hasil KBM
Berbasis Kemampuan Dasar SMU: Pedoman Umum.Jakarta: Dirjen Dikdasmen,
Direktorat Dikmenum
Sztompka, Piotr . 2004.Sosiologi Perubahan Sosial.Jakarta:PRENADA
BAB VIII
Pendidikan dan Mobilitas Sosial
Dalam tiap masyarakat modern terdapat mobilitas sosial atau
perpindahan golongan yang cukup banyak. Mobilitas ini terus berlangsung di
semua negara khususnya dalam masyarakat industri karena dibutuhkannya sejumlah
besar tenaga teknis dan profesional. Golongan sosial tinggi tidak sanggup
memenuhi segala kebutuhan itu dan terpaksa mengmabilnya dari lapisan sosial
yang lebih rendah.
Di negara yang mempunyai sistem kasta kedudukan seseorang telah
ditentukan seja ia lahirdalam kasta itu. Walaupun dalam masyarakat terbuka
setiap orang dapat mencapai tingkat sosial yang paling tinggi dalam kenyataan
memang terdapat banyak mobilitas. Di Indonesia dapat kita harapkan banyak
terdapat mobillitas sosial sejak kemerdekaan kita.
Pada umumnya kenaikan status
sosial dianggap baik karena membuktikan keberhasilan usaha seseorang. Namun ada
mensinyalir aspek negatif. Selain itu mobilitas sosial dapat memperlemah
solidaritas kelompok karena dengan meninggalkan norma-norma golongan sosial
semula mereka yang beralih golongan sosial akan menerima norma-norma baru dari
golongan yang dimasukinya.
A.
Pengertian Mobilitas Sosial
Mobilitas berasal dari bahasa latin yang
berarti mudah dipindahkan atau banyak bergerak dari suatu tempat ke tempat lain.
Sedangkan sosial adalah seseorang atau sekelompok warga dalam kelompok sosial. Jadi mobilitas sosial adalah
perpindahan posisi seseorang atau sekelompok orang dari lapisan sosial yang
satu ke lapisan sosial yang lain.
P.A. Sorokin (1928) mengatakan mobilitas
sosial dapat dibagi menjadi 2, yaitu
:
1.
Mobilitas sosial secara vertikal
yaitu perpindahan individu atau obyek sosial dari kedudukan sosial ke
kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat. Meliputi :
a.
Mobilitas vertikal ke atas (sosial climbing) yaaitu
perpindahan anggota masyarakat dari
status yang rendah ke status yang tinggi.
b.
Mobilitas vertikal ke bawah (sosial sinking) yaitu perpindahan
anggota masyarakat dari status kelompok atas ke keloppmpok rendah.
2.
Mobilitas sosial secara horizontal yaitu perpindahan individu atau
obyek sosial lainnya yang sederajat.
1.
Ada dua bentuk mobilitas sosial secara vertikal ke atas :
a.
Masuknya individu yang berkedudukan rendah kedalam kedudukan yang
lebih tinggi, dimana kedudukan tersebut telah ada sebelumnya.
b.
Pembentukan suatu kelompok baru memungkinkan individu untuk
meningkatkan status sosialnya.
2.
Ada dua bentuk mobilitas sosial ke bawah :
a.
Turunnya kedudukan ke kedudukan yang lebih rendah
b.
Turunnya derajat kelompok
Kenaikan status sosial
dianggap baik karena membuktikan keberhaasilaan usaha seseorang. kenaikan status dianggap negatif jika dapat
membuat seseorang menjadi tegang,
angkuh, pamer kekayaan, kegoncangan kehidupan
keluarga dengan bertambah angka perceraian keluarga.
B.
PENDIDIKAN DAN MOBILITAS SOSIAL
Pendidikan dipandang sebagai jalan untuk mencapai kedudukan yang
lebih baik di dalam masyarakat makin tinggi pendidikan yang diperoleh makin
besar harapan untuk mencapai tujuan itu. Mengenai mobilitas sosial terdapat dua
pengertian. Yang pertama ialah bahwa suatu sektor dalam masyarakat secara
keseluruhan berubah kedudukannya terhadap sektor lain.
Pengertian kedua tentang mobilitas sosial ialah kemungkinan bagi
individu untuk pindah dari lapisan satu ke lapisan sosial yang satu lagi.
Pendidikan membuka kemungkinan adanya mobilitas sosial. Berkat pendidikan
seorang dapat meningkat salam status sosialnya.
Walaupun terdapat mobilitas sosial secara sektoral, banyak pula
golongan rendah yang tetap dianggap rendah. Namun kedudukan golongan rendah
tidak statis akan tetapi dapat terus bergerak maju bila diberi pendidikan yang
lebih banyak.
Dapat kita pahami bahwa anak-anak golongan rendah lebih sukar
mendapat kedudukan sebaai pemimpin perusahaan dibanding dengan anak pemimpin
perusahaan itu sendiri. Juga guru-guru dapat mempengaruhi individu untuk
mencapai kemajuan, bila mereka mendorong anak belajar agar mencapai prestasi
yang tinggi.
Sekolah dapat membuka kesempatan untuk meningkatkan status
anak-anak dari golongan rendah. Di sekolah merek mempunyai hak yang sama atas
pelajaran, mempelajari buku yang sama, mempunyai guru yag sama, bahkan
berpakaian seragam yang sama dengan anak-anak dari golongan tinggi.
C.
Pendidikan Menurut Perbedaan Sosial
Pendidikan bertujuan untuk membekali setiap anak agar masing-masing
dapat maju dalam hidupnya mencapai tingkat yang setinggi-tingginya. Pendidikan
selalu merupakan bagaian dari sistem sosial, dan bila demikian hhanya timbul
pertanyaan apakah sekolah harus mempertimbangkan perbedaan sosial dalam
kurikulumnya.
Pada umumnya di negara demokrasi orang sukar menerima adanya
golongan-golongan sosial dalam msyarakat. Pendidikan bertujuan untuk membekali
setiap anak agar masing-masing dapat maju dalam hidupnya mencapai tingkat yang
setinggi-tingginya.
Pendidikan selalu merupakan bagian dari sistem sosial, dan jika
demikian hanya timbul pertanyaan apakah sekolah harus mempertimbangkan
perbedaan itu dalam kurikulumnya. Artinya memberikan pendidikan bagi setiap
golongan sosial yang sesuai dengan kebutuhan golongan masing-masing sehingga
dapat hidup bahagia menurut golongan masing-masing.
Tentu segera timbul keberatan terhadap pendirian yang demikian
karena dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi dengan mengadakan
diskriminasi dalam pendidikan. Pada saat ini sekolah-sekolah meneruskan cita-cita-cita
untuk menyebarluaskan ideal dan norma-norma kesamaan dan mobilitas secara
verbal di samping adanya daya-daya stratifiksai yang berlangsung terus dalam
masyarakat.
Sumber :
Buku : Sosiologi Pendidikan
Pengarang
: Prof. Dr. Drs. H. Abdullah Idi,
M.E.d
Penerbit
: PT. RAJA GRAFINDO
PERSADA
Tahun
terbitan : 2011 (cetakan ke 2 )
BAB IX
Struktur Sosial Sekolah
A.
Pengertian Struktur Sosial
Struktur ssosial adalah susunan masyarakat secara komprehensif yang
menyangkut individu-individu , tata nilai , organisasi sosial, dan struktur
budayanya. Struktur sosial merupakan suatu bangunan masyarakat yang abstrak dan
menentukan bagaimana corak gerakan masyarakat
menuju suatu perubahan. Dengan kata lain struktur sosial adalah pola
perilaku dari setiap individu masyarakat yang tersusun sebagai suatu sisitem.
Struktur sosial adalah susunan masyarakat yang tersusun secara hierarki baik
secara vertikal maupun horizontal.
B.
Status sosial
Status sosial adalah sekumpulan hak dan kewajiaban yang dimiliki seseorang
dalam masyarakatnya (menurut Ralph Linton).
Seorang individu
memiliki status sosial melalui cara-cara berikut :
1.
Ascreibed status : Status ini diperoleh sejak lahir, tanpa harus
diperjuangkan.
2.
Achieved status : merupakan status sosial yang diperoleh dengan
cari diperjuangkan.
3.
Assigned status : merupakan kombinasi dari perolehan status secara
otomatis dan status melalui usaha.
C.
Peran Sosial
Peran sosial adalah pola
sikap dan perilaku yang diperbuat seseorang sesuai dengan status sosial yang
disandangnya dalam maasyarakat
Peran sosial berhubungan
dengaan tiga hal :
1.
Peran sosial yang berhubungan dengan sistem nilai dan norma sosial
yang berlaku dalam maasyarakat.
2.
Peran sosial merupakan konsep tentang apa yang dapat dan harus
dilakukan oleh individu dimasyarakat.
3.
Peran sosial merupakan perilaku individu-individu yang penting
dalam struktur sosial.
Peran sosial memiliki beberapa fungsi :
1.
Peran yang dijalankan oleh seseorang dapat mempertahankan
kelangsungaan sistem dan struktur sosial.
2.
Peran yang dijalankan oleh seseorang dapat digunakan untuk membantu
orang lain yang tidak mampu menjalani kehidupannya dimasyarakat.
3.
Peran yang dijalankan seseorang merupakan media aktualisasi diri.
D.
Berbagai Kedudukan Dalam Masyarakat Sekolah
Setiap orang yang menjadi anggota suatu kelompok mempunyai bayangan
tentang kedudukan masing-masing dalam kelompok itu. Dalam mempelajari struktur
sekolah akan kita selidiki berbagai jenis aanggota menurut kedudukannya
masing-masing dalam sistem persekolahan.
Dengan kedudukan atau posisi yang dimaksud ktegori atau tempat
seseorang daam sistem klarifikasi sosial. Dalam tiap kedudukan individu
diharapkan menunjukkan pola kelakuan tertentu.erbuatannya, ucapannya,
perasaannya, nilai-nilainya, dan sebagainya harus sesuai dengan apa yang
diharapkan bertalian dengan kedudukannya.
Dalam tiap kelompok orang mengenal keudukan atau posisi
masing-masing. Pada umumnya dapat kita bedakan dua tigkat dalam struktur sosial
sekolah yakni yang berkenaan dengan orang dewasa serta hubungan di antara
mereka.
E.
Struktur Sosial Berhubungan dengan Kurikulum
Pada umumnya tidak diadakan diferensiasi kurikulum berdasarkan
perbedaan jenis kelamin. Belajar sebagai kegiatan utama di sekolah ada
pertaliannya dengan struktur sosial murid-murid. Berhasil gagalnya seorang
murid dalam pelajarannya turut menentukan kedudukannya dalam kelompoknya.
Di SMA setelah semester pertama diadakan pembagian dalam
jurusan-jurusan, menurut teorinyya menyalurkan murid-murid menurut bakat
masing-masing.
F.
Pengelompokkan Di Sekolah
Pengelompokan atau pembentukan klik mudah terjadi di sekolah. Suatu
klik terbentuk bila dua orang atau lebih saling merasa persahabatan yang akrab
dan karena itu banyak bermain bersama, sering bercakap-cakap, merencanakan dan
melakukan kegiatan yang sama di dalam maupun di uar sekolah.
Keanggotaan klik bersifat sukarela dan tak-formal. Seorang di
terima atau ditolak atas persetujuan bersama. Anggota klik merasa diri bersatu
dan merasa diri kuat dan penuh kepercayaan berkat rasa persatuan dan
kekompakkan itu. Orang luar, khususnya orang tua dan guru sering tidak dapat
memahami makna klik bagi anggota-anggotanya dan karena itu cenerung untuk
meremehkannya.
Untuk mengetahui struktur pengelompokam atau klik di dalam kelas
kita gunakan teknik sosiometri. Belum cukup keterangan tentang
stabilitas klik. Dalam klik terjadi perubahan karena berbagai alasan.
Stabilitas klik dapat diselidiki dengan menggunakan teknik sosiometri dalam
jangka waktu tertentu.
Faktor yang paling penting dalam pembentukan kllik adalah usia atau
tingkat kelas. Klik juga menggambarkan struktur sosial dalam masyarakat.
Struktur klik juga bertalian dengan ekologi masyarakat. Batas-batas antar
golongan dapat diterobos berkat pergaulan jangka lama. Bentuk-bentuk klik yang
mungkin timbul di suatu sekolah banyak
aneka ragamnya, bergantung pada perbedaan murid yang terdapat di sekolah itu.
Pengelompokan murid atau adanya berbagai klik dalam sistem sosial
kkelas mempengaruhi kelakuan anggota kelompok itu, ke arah yang baik akan
tetapi juga kearah yang merugikan pelajaran. Selain pengelompokan yang
tak-formal terdapat pula perkumpulan yang mempunyai pengurus.
G.
PENGARUH-PENGARUH LUAR TERHADAP SEKOLAH
Tiap sekolah berada dalam lingkingan sosial tertentu, yakni
msyarakat sekitar, daerah, maupun negara. Norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat sekitar sekolah mau tak mau harus dihormati guru. Dalam masyarakat
terdapat kelompok-kelompok yang dengan sengaja ingin mempengaruhi apa yang
diajarkan kepada anak-anak, tentu saja melalui pemerintah. Sekolah tak dapat tiada
menjalankan kuurikulum dan segala aturan yang ditentukan oleh negara.
Sumber :
Buku : Sosiologi
Pendidikan
Pengarang : S.
Nasution
Penerbit : PT.
Bumi Aksara
Tahun terbit : 2014
BAB X
Sosiologi Kurikulum
A.
Definisi Sosiologi Kurikulum
Sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang memiliki lapangan
penyelidikan, sudut pandang, metode, serta sususan pengetahuan dan objeknya
adalah tingkah laku manusia dalam kelompok. Kurikulum adalah situasi kelompok yang tersedia bagi guru dan pengurus sekolah
(administrator) untuk membuat tingkah laku yang berubah di dalam arus yang
tidak putus-putus dari anak-anak dan pemuda yang melalui pintu sekolah. Dengan
demikian, sosiologi kurikulum adalah tingkah laku manusia yang bisa dirubah
melalui pintu sekolah atau pendidikan.
B.
Latar Belakang Munculnya Sosiologi Kurikulum
Kurikulum masa pelajaran yang
tradisional awal mulanya di abad pertengahan, yang dikenal dengan sebutan “seven
liberal arts” (tujuh pengetahuan umum) yang bukan sekedar suatu latihan
mata pelajaran, tetapi berkaitan erat dengan peranan dan fungsi seseorang
setidak-tidaknya dalam profesi penting. Akan tetapi setelaah masyarakat
mengalami perubahan dan kemajuan, maka pendidikan itu tidak lagi serasi,
anak-anak harus memiliki beberapa macam ketrampilan dan sejumlah besar
pengetahuan agar hidupnya terjamin. Dengan perkembangan zaman tersebut untuk
membekali siswa harus ada sosiologi kurikulum yang tinggi.
Dalam laporan newson, tujuan
kurikulum baru haruslah :
1.
Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar
2.
Mengembangkan ketrampilan berfikir, hasrat ingin yahu, serta
kemampuan diskriminasi dan mengambil keputusan
3.
Membina kesadaran moral dan tingkah laku sosial
4.
Menanamkan pengertian mengenai dunia fisik dan dunia masyarakat
indonesia
5.
Mengembangkan rasa tanggungjawab pribadi dan sosial[1]
C.
SEKOLAH MASYARAKAT
Sekolah ini bersifat life-centered. Masyarakat dipandang sebagai
laboratorium dimana anak belajar, menyelidiki, dan turut serta dalam
usaha-usaha masyarakat yang mengandung unsur pendidikan.sekolah ini
mengikutsertakan orang banyak dalam proses pendidikan dalam mempelajari
problema-problema sosial. Dengan demikian terbukalah pintu antara
sekolah dengan masyarakat.
Pembagian kurikulum. Di amerika terdapat tiga pembagian kurikulum,
yaitu sebaagai berikut
a.
The clasial curriculum
Yaitu yang bersifat tradisional, menekankan kepada bahasa asing,
bahasa kuno, sejarah kesusasteraan, matematika dan ilmu murni.
b.
The vocational curriculum
Yaitu kurikulum yang pada prinsipnya menyiapkan mahasiswa untuk
bekerja, dan dapat hidup layak dimasyarakat.
c.
Life adjusment curriculum
Yaitu kurikulum yang dititik beratkan untuk pembangunan kepribadian
mahasiswa dan kegunaan sosial dari apa yang dipelajari dalam life experience
curriculum.
D. Peran Kurikulum dalam
Membangun Masyarakat Indonesia
Pada pembahasan ini
akan menempatkan kurikulum sebagai suatu jangkauan perspektif yang lebih luas,
bukan sekedar dikaitkan dengan upaya pendidikan di dalam sistem persekolahan,
tetapi dikaitkan pula dengan kepribadian bangsa. Misalnya melalui ceramah,
wayang, komik, drama, yang didalamnya mengandung satu pesan tentang
kepribadian bangsa.
Fungsi kurikulum bagi
masyarakat, sesunguhnya juga akan menggambarkan fungsi sekolah bagi masyarakat.
Artinya, kurikulum akan mengambarkan berbagai muatan yang akan diemban oleh
sekolah.
Jika demikian fungsi
dan tugas yang diemban sekolah, maka hal itu sangat tergantung kepada
kurikulum, karena kurikulum adalah pedoman dari semua kegiatan pendidikan dan
pengajaran di sekolah.
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa kurikulum berperan sangat besar
dalam mempercepat terjadinya proses perubahan sosial di dalam masyarakat. Teori
sosiologi mengatakan bahwa: Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti
mengalami perubahan-perubahan, Perubahan mana dapat berupa perubahan yang tidak
menarik atau kurang mencolok. Ada pula perubahan–perubahan yang pengaruhnya
terbatas maupun amat luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat
sekali akan tetapi ada pula perubahan yang amat cepat.
E. PERUBAHAN KURIKULUM
Istilah kurikulum lazimnya dikaitkan dengan isi
atau program pendidikan di lembaga persekolahan. Istilah kurikulum ditempatkan
dalam suatu jangkauan perspektif yang lebih luas, bukan sekedar dikaitkan dengan
upaya pendidikan dalam sistem persekolahan, tetapi dikaitkan dengan segala
macam upaya yang membawa misi pembinaan kepribadian bangsa.
Sesuai dengan kemajuan
zaman, kurikulum sudah saatnya dinilai dan selanjutnya dimodifikasi sedemikian
rupa, sehingga lebih sejalan dengan tuntutan masyarakat modern.
Dalam hubungannya
dengan pembaharuan kurikulum, sebagaimana diajukan komisi kerajaan Inggris,
Hadow didalam laporannya mendesak perlunya menawarkan pelajaran realistis dan
praktis sebagai suatu bagian pendidikan umum daripada menyelenggarakan
pendidikan teknik atau pendidikan keterampilan sendiri.
F. Implikasi Sosial
Bila diamati perkembangan suatu masyarakat, akan terlihat jelas adanya
peningkatan dan perluasan didalam hal pengetahuan dan kemampuan mengendalikan
lingkungan. Berdasarkan kacamata sosiologi, sebagaimana dinyatakan oleh
penganut-penganut Durkhiem, seseorang dididik dalam konteks masyarakatnya, dan
hidup didalam konteks masyarakatnya, oleh sebab itu pendidikan tidak layak
berada ditempat yang terasing dengan masyarakat.
Untuk zaman sekarang pendidikan bertugas menghantarkan anak didik kedunia
masyarakat dan dunia pengetahuan, agar mereka memiliki bekal untuk hidup selaku
masyarakat atau warga negara. Relevansi sosial dari apa yang diajarkan,
merupakan hal penting yang tidak dapat diabaikan dalam pengembangan kurikulum.
Dalam hal ini sering sekali terjadi kekurangan antara apa yang dibutuhkan
masyarakat dengan apa yang diajarkan disekolah.
Sumber
:
Buku : Sosiologi
Pendidikan
Pengarang : S.
Nasution
Penerbit :
Bumi Aksara
Tahun terbitan : 2004
BAB XI
Sosialisasi Dan Penyesuaian Diri
Disekolah
A. Pengertian sosialisasi
Pengertian sosialisasi
secara umum dapat diartikan sebagai proses belajar individu untuk mengenal dan
menghayati norma-norma serta nilai-nilai sosial sehingga terjadi pembentukan
sikap untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan atau perilaku masyarakatnya.
Sosialisai terjadi melalui “conditioning” oleh lingkungan yang
menyebabkan individu mempelajari pola kebudayaan yang fundamental. Disamping
itu ada lagi bentuk pelajaran sosial yang bersifat pribadi. Sosialisasi
tercapai melalui komunikasi dengan anggota masyarkat lainnya. Dalam interaksi
anak dengan lingkungan ia lambat laun mendapat kesadaran akan dirinya secara pribadi.
B. Sosoalisasi dan Penyesuaian Diri
Sosialisasi adalah proses
mempelajari, menghayati, dan menanamkan suatu nilai, norma, peran, pola
perilaku yang diperlukan individu-individu untuk dapat berpartisipasi yang
efektif dalam kehidupan masyarakat.
Pendekatan adalah
Sebuah cara yang telah diatur dalam berfikir baik-baik untuk mencapai suatu
maksud. Sesuatu cara kerja untuk memudahkan pendidik atau fasilitator
agar peserta didik atau warga belajar ingin belajar untuk mencapai tujuan yang
telah ditentukan.
1.
Proses Sosialisasi
George Herbert Mead berpendapat
bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap
sebagai berikut.
a)
Tahap persiapan (Preparatory
Stage).
b)
Tahap meniru (Play Stage)
c)
Tahap siap bertindak (Game Stage)
d)
Tahap penerimaan norma kolektif
(Generalized Stage/Generalized other)
2.
Kesulitan Dalam Bersosialisasi
Proses
sosialisasi tidak selali berjalan lancar, karena adannya sejumlah kesulitan. Berbagai kesulitan itu di
antaranya adalah:
1)
Kemampuan berbahasa
2)
Cara bergaul
3)
Kesulitan dalam melakukan
komunikasi
Beberapa
faktor yang menyebabkan kesulitan komunikasi, yaitu :
a. Kurangnya informasi atau
pengetahuan.
b. Tidak bisa menjelaskan mana
yang paling penting diantara sejumlah hal yang dikomunikasikan.
c. Tidak menyimak.
d. Tidak memahami kebutuhan orang
lain.
e. Kehilangan kesabaran,
membiarkan komunikasi menjadi perdebatan.
f. Suasana hati yang buruk.
4)
Hambatan alam
Seseorang
dengan mudah melakukan sosialisasi dengan masyarakat
luar, apabila tidak ada hambatan alam yang terjadi. Hambatan alam ini berupa bencana alam.
Sekolah memegang peranan yang penting dalam proses sosialisasi
anak, walaupun sekolah merupakan hanya salah satu lembaga yang bertanggung
jawab atas pendidikan anak. Anak mengalami perubahan dalam kelakuan sosial
setelah ia masuk ke sekolah.
Di sekolah anak itu mengalami suasana yan berlainan. Ia bukan lagi
anak istimewa yng diberi perhatian khusus oleh ibu guru, melainkan hanya salah
seorang di antara puluhan murid lainnya di dalam kelas. Dengan suasana kelas
yang demikian, anak itu melihat dirinya sebagai salah seorang di antara
anak-anak lainnya.
Dalam perkembangan fisik dan psikologi anak, selanjutnya anak itu
memperoleh pengalaman-pengalaman baru dalam hubungan sosialnya dengan anak-anak
lain yang berbeda status sosial, kesukuan, agama, jenis kelamin dan
kepribadiannya. Sekolah merupakan lembaga tempat anak terutama diberi
pendidikan intelektual.
Beberapa fungsi pendidikan sekolah
sebagai media sosialisasi
1) Memberikan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk mengembangkan daya intelektual agar siswa dapat hidup layak.
2) Membentuk kepribadian siswa agar sesuai dengan
nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
3) Melestarikan kebudayaan dengan cara mewariskannya dari
satu generasi ke generasi selanjutnya.
4) Merangsang partisipasi demokrasi melalui pengajaran
keterampilan berbicara dan mengembangkan kemampuan berfikir secara rasional dan
bebas.
C.
NILAI-NILAI YANG DIANUT DI SEKOLAH
Pada umumnya nilai-nilai yang dianutnya di sekolah sejalan dengan
yang berlaku dalam masyarakat sekitarnya. Ada pula norma-norma yang dianut oleh
masyarakat tempat sekolah itu berada yang perlu diperhatikan oleh sekolah.
Nilai-nilai di sekolah juga ditentukan oleh guru-guru.
Adanya kanwil dan aparat inspeksi yang sama dasar dan tujuan
kerjanya memperbesarkan kemungkinan adanya kesamaan antar norma yang diajarkan
kepada anak-anak. Namun tak dapat disangkal adanya banyak sedikit pperbedaan
antara norma kelakuan dan suasana di sekolah masing-masing. Ada pula
nilai-nilai dan norma kelakuan yanng berlaku di kalangan murid-murid sendiri. Kekompakan itu juga
berlaku terhadap guru.
Dalam hal nilai-nilai moral sekolah kebanyakan berpedoman pada
norma-norma yang berlaku bagi golongan menengah. Bila dalam keluarga murid
dianut nilai-nilai yang sama, maa mereka tidak akan mengalami kesulitan dalam
penyesuaian diri dengan kehidupan di sekolah. Di sekolah nilai-nilai yang
bertalian dengan aspek akademis atau intelektual mendapat penghargaan yang
khusus.
Dalam sejarah pendidikan berbagai usaha telah dijadikan agar
pelajaran di sekolah sesuai dengan minat anak dan kebutuhan masyarakat.
Walaupun banyak macam-macam kurikulum telah dianjurkan dan dicobakan, pada saat
ini pada umumnya masih kebanyakan kurikulum berpusat pada disiplin ilmu. Bentuk
kurikulum turut mempengaruhi suasana atau iklim kelas. Walaupun demikian guru
juga memegang peranan yang penting dalam menciptakan suasana kelas.
D.
MODEL DAN PERANAN
Dalam masyarakat tradisional orang tua menjadi teladan atau model bagi generasi muda. Guru diharapkan
menjadi teladan bagi murid-muridnya. Dalam masyarakat yang kompleks ini makin
sukar merumuskan apa dimaksudkan dengan kelakuan “baik”. Orang tua sendiri
tidak mempunyai pendirian yang konsekuen tentang apa yang baik. Dalam dunia
yang kian kompleks ini anak harus sanggup memainkan aneka-ragam peranan dalam
bermacam-macam segmen kehidupan. Karena dunia senantiasa berkembang dan berubah
akhirnya setiap orang harus bersedia untuk menyesuaikan peranannya yang sesuai
dengan perkembangan zaman.
Dalam banyak hal murid harus
bersaing dengan murid-murid lain. Ada usaha untuk melenyapkan suasana
persaingan ini dengan menghapuskan angka-angka dan menggantikan daftar nilai
dengan laporan berbentuk uraian. Dalam masyarakat sendiri persaingan senantiasa
timbul dalam usaha meningkatkan mutu seerta melebihi lawan. Di samp[ing
persaingan terdapat pula di sekolah, dalam masyarakat maupun dalam alam bintang
jiwa kerjasama. Kerjasama atau gotong royong sangat dihargai dalam masyrakat
kita dan karena itu selayaknya dipupuk di seekolah.
Guru-guru tak semua sama, bahkan berbeda-beda pribadinya. Guru-guru
yang berasal dari golongan rendah dan sebagai guru merasa dirinya meningkat ke
golongan menengah sambil mempelajari norma-norma golongan itu selama
pendidikannya dan dalam jabatannya. Guru terikat pada pandangan golongan
asalnya akan lebih piciknya pananngannya. Ada kecenderungan kedudukan guru
makin banyak ditempati oleh kaum wanita. Harapan orang tua tentang guru tidak
sepadan dengan pandangan serta ucapan mereka tentang guru.
Perhatian masyarakat terhadap guru begitu besar sehingga setiap apa yang
terjadi dengan guru langsung dikomentari oleh masyarakat. Selain itu, perilaku
guru di sekolah selalu menjadi figur dan dijadikan dalil bagi para siswanya
untuk meniru perilaku tersebut. Hal ini wajar karena peserta didik dalam proses
pembelajaran kadang melakukan modelling untuk mengubah tingkah lakunya. Sebagai
teladan bagi peserta didik dan orang-orang di sekitarnya, mengharuskan guru
melaksanakan kode etik keguruan yang menjadi dasar berperilaku, baik dalam
interaksinya dengan Kepala Sekolah, teman sejawat, bawahan, peserta didik, dan
masyarakat pada umumnya.
Sumber :
Buku : Sosiologi
Pendidikan
Pengarang : Abu Ahmadi
Penerbit : Penerbit
Rineka Cipta
Tahun terbit : 1991
BAB XII
Peranan Guru di
Sekolah dan Dalam Masyarakat
Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang
dewasa, sebagai pengajar dan pendidik dan sebagai pegawai. Yanng paling utama
ialah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni guru. Berdasarkan
kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukkan kelakuan yanng layak bagi guru
menurut harapan masyarakat.
Penyimpangan dari kelakuan yang etis oleh guru mendapat sorotan dan
kecaman yang lebih tajam. Masyarakat tidak dapat membenarkan
pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh guru. Namun kalau guru melakukannya
maka dianggap serius.
Sebaliknya harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru menjadi pedoman bagi guru. Guru-guru memperhatikan
tuntutan masyarakat tentang kelakuan yang layak bagi guru dan menjadikannya
sebagai norma kelakuan dalam segala situasi sosial di dalam dan di luar
sekolah.
Kedudukan guru juga ditentukan oleh fakta bahwa ia orang dewasa.
Dalam masyarakat kita oran yang lebih tua harus dihormati. Oleh sebab guru
lebih tua daripada muridnya maka berdasarkan usianya ia mempenyai kedudukan
yang harus dihormati.
Ada anggapan bahwa deawasa ini rasa hormat anak muda terhadap orang
tua makin merosot. Erosi kewibawaan
orang tua mungkin disebabkan oleh peranan generasi muda dalam revolusi
kemerdekaan, oleh pengaruh kebudayaan asing, oleh sikap kritis para pemuda,
oleh ketidakmampuan orang tua memperthankan kedudukan yang dipegangnya. Sebagai
pegawai kedudukan guru ditentukan oleh pengalaman kerja, golongan, ijazah, dan
lama kerjanya.
A.
Peranan Guru terhadap Anak Didik
Peranan
guru terhadap murid-muridnya merupakan peran vital dari sekian banyak peran
yang harus ia jalani. Hal ini dikarenakan komunitas utama yang menjadi wilayah
tugas guru adalah di dalam kelas untuk memberikan keteladanan, pengalaman serta
ilmu pengetahuan kepada mereka. Begitupun peranan guru atas murid-muridnya tadi
bisa dibagi menjadi dua jenis menurut situasi interaksi sosial yang mereka
hadapi, yakni situasi formal dalam proses belajar mengajar di kelas dan dalam
situasi informal di luar kelas.
Dalam situasi formal, seorang guru harus bisa
menempatkan dirinya sebagai seorang yang mempunyai kewibawaan dan otoritas tinggi,
guru harus bisa menguasai kelas dan bisa mengontrol anak didiknya. Hal ini
sangat perlu guna menunjang keberhasilan dari tugas-tugas guru yang
bersangkutan yakni mengajar dan mendidik murid-muridnya. Selain keteladanan, kewibawaan juga perlu.
Dengan kewibawaan guru menegakkan disiplin demi kelancaran dan ketertiban
proses belajar mengajar. Dalam pendidikan, kewibawaan merupakan syarat mutlak
mendidik dan membimbing anak dalam perkembangannya ke arah tujuan pendidikan.
Bimbingan atau pendidikan hanya mungkin bila ada kepatuhan dari pihak anak dan
kepatuhan diperoleh bila pendidik mempunyai kewibawaan.
B.
Peranan Guru dalamMasyarakat
Peranan guru dalam
masyarakat tergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru dan
ststus sosialnya di masyarakat. Kedudukan sosial guru berbeda di negara satu
dengan negara lain dan dari satu zaman ke zaman lain pula. Di negara-negara
maju biasanya guru di tempatkan pada posisi sosial yang tinggi atas
peranan-peranannya yang penting dalam proses mencerdaskan bangsa. Namun keadaan
ini akan jarang kita temui di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Sebenarnya peranan itu juga tidak terlepas dari kualitas pribadi guru yang
bersangkutan serrta kompetensi mereka dalam bekerja.
Pada masyarakat yang paling menghargai guru pun akan sangat sulit
untuk berperan banyak dan mendapatkan kedudukan sosial yang tinggi jika seorang
guru tidak memiliki kecakapan dan kompetensi di bidangnya. Ia akan tersisih
dari persaingan dengan guru-guru lainnya. Apalagi guru-guru yang tidak bisa
memberikan keteladanan bagi para muridnya, sudah barang tentu ia justru menjadi
bahan pembicaraan orang banyak. Jika dihadapan para muridnya seorang guru harus
bisa menjadi teladan, ia pun dituntut hal yang sama di dalam berinteraksi
dengan masyarakat sekitar.
Penghargaan atas peranan
guru di negara kita bisa dibedakan menjadi dua macam. Pertama, penghargaan
sosial, yakni penghargaan atas jasa guru dalam masyarakat. Kedua, adalah
penghargaan ekonomis, yakni penghargaan atas peran guru dipandang dari seberapa
besar gaji yang diterimaoleh guru. Dalam masyarakat, guru adalah sebagai
pemimpin yang menjadi panutan atau teladan serta contoh (reference) bagi
masyarakat sekitar. Mereka adalah pemegang norma dan nilai-nilai yang harus
dijaga dan dilaksanakan.
Peranan guru dalam
masyarakat antara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan
guru. Kedudukan sosial guru berbeda dari negara ke negara, dari zaman ke zaman.
Di negara kita kedudukan guru sebelum Perang Dunia II sangat terhormat karena hanya
mereka yang terpilih dapat memasuki lembaga pendidikan guru.
Hingga kini citra tentang guru masih tinggi walaupun sering menurut
yang dicita-citakan yang tidak selalu sejalan dengan kenyataan. Pekerjaan guru
selalu dipandang dalam hubungannya dengan ideal pembangunn bangsa. Dari guru
diharapkan agar ia manusia idealistis.
Karena kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempunyai
harapan-harapan yang tinggi tentang peranan guru. Juga di negara maju seperti
Amerika Serikat masyarakat menuntut kelakuan tertentu dari guru yang dikenakan
pada jabatan lain, bahkan juga tidak pada orang tua sendiri secara ketat.
Walaupun zaman berubah namun kelakuan guru yang menyimpang dari apa
yang dianggap sopan selalu mendapat sorotan yang tajam. Pada umumnya tidak
menentang harapan-harapan masyarakat walaupun pada hakikatnya membatasi
kebebasan mereka. Guru sendiri menerima pembatasan itu sebagai sebuah sesuatu
yang wajar.
Guru-guru menerima harapan agar mereka menjadi suri teladan bagi
anak didiknya. Untuk itu guru harus mempunyai moral yang tinggi. Walaupun
demikian ada kesan bahwa kedudukan guru makin merosot dibandingkan dengan
beberapa puluh tahun lalu.
Pada zaman kolonial itu jumlah guru masih terbatas. Lagi pula guru
sebagai pegawai menduduki tempat yang tinggi di kalangan orang Indonesia. Lagi
pula jumlah guru sangat banyak bertambah dalam usaha pemerrataan pendidikan.
Mendidik guru dalam jumlah yang besar dalam waktu singkat tak dapat tiada
menimbulkan masalah-masalah dalam memilih calon yang baik serta membina kepribadian
guru. Namun diharapkan bahwa mereka sepanjang jabatan sebagai guru
berangsur-angsur membina dirinya menjadi guru yng kita harapkan.
Di sini tampak jelas bahwa guru memang sebagai “pemeran aktif”,
dalam keseluruhan aktivitas masyarakat sercara holistik. Tentunya para guru
harus bisa memposisikan dirinya sebagai agen yang benar-benar membangun,
sebagai pelaku propaganda yang bijak dan menuju ke arah yang positif bagi
perkembangan masyarakat.
C.
Peranan Guru terhadap Guru Lain
Kalimat di atas
mengandung makna bahwa seorang guru harus bisa berperan untuk kepentingan
komunitasnya sendiri, yakni komunitas para guru. Sebagai sebuah profesi,
biasanya hubungan antar guru satu dengan guru lainnya diwadahi oleh organisasi
yang menaungi dan mewadahi aspirasi mereka.
Sumber :
Buku :
Sosiologi Pendidikan
Pengarang : S.
Nasution
Penerbit :
PT. Bumi Aksara
Tahun terbit : 2014
BAB XII
Kepribadian Guru Dalam Perspektif Sosiologis
Pengertian
Kepribadian Guru
Kepribadian yang sesungguhnya adalah abstrak
(maknawi), sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui
adalah penampilan atau bekasnya dalam segala segi dan aspek kehidupan. Perasaan
dan emosi guru yang mempunyai kepribadian terpadu tampak stabil, optimis dan
menyenangkan. Dia dapat memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa
diterima dan disanyangi oleh guru, betapapun sikap dan tingkah lakunya. Dengan
keterangan di atas maka kepribadian guru adalah suatu totalitas psikhophisis yang
komplek dari individu, jadi tampak tingkah lakunya yang unik.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kepribadian Guru
Adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi kepribadian guru adalah:
a.
Faktor dalam atau faktor pembawaan, ialah segala sesuatu yang telah
dibawa manusia sejak lahir, baik yang bersifat kejiwaan maupun yang bersifat
kebutuhan.
b.
Faktor luar atau faktor lingkungan ialah segala sesuatu yang ada di
luar manusia baik yang hidup maupun yang mati. Dalam hal ini faktor lingkungan
guru bertempat tinggal, berkomunikasi, latar belakang pendidikannya maupun yang
lainnya.
Guru Dalam
Proses Belajar Mengajar
Seorang guru hendaknya mengetahui bagaimana
cara murid belajar dengan baik dan berhasil. Berikut ini adalah unsur-unsur
pokok yang perlu diperhatikan oleh guru dalam masalah belajar:
1.
Kegairahan dan kesediaan untuk belajar
2.
Membangkitkan minat murid
3.
Menumbuhkan sikap dan bakat yang baik
4.
Mengatur proses belajar mengajar dan mengatur pengalaman belajar
serta kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengannya
5.
Berpindahnya pengaruh belajar dan pelaksanaannya kedalam kehidupan
nyata
6.
Hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar
Guru dapat
dinilai kompeten secara professional di sekolah, apabila:
1.Guru tersebut mampu mengembangkan tanggung jawab dengan sebaikbaiknya, baik tanggung jawab moral,
pendidikan maupun keilmuwan.
2. Guru tersebut mampu melaksanakan
peranan-peranan secara berhasil, baik peranan
di sekolah maupun diluar sekolah.
3. Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha
mencapai tujuan pendidikan sekolah.
4. Guru
tersebut mampu melaksanakan peranannya dalam proses belajar mengajar, terutama yang berkaitan dengan
kemajuan peserta didik.
Kemampuan guru atau kompetensi guru yang
banyak hubungannya dengan usaha meningkatkan proses dan hasil belajar dapat
diguguskan ke dalam empat kemampuan yaitu:
a. Merencanakan program pengajaran.
b. Melaksanakan dan mengelola/memimpin
program belajar mengajar.
c. Menilai kemajuan proses belajar mengajar.
d. Menguasai bahan pelajaran dalam artian
menguasai bidang studi atau mata
pelajaran yang dipegangnya/dibinanya
KODE ETIK GURU
Kode etik guru merupakan statement formal
yang merupakan norma (aturan tata susila) dalam mengatur tingkah laku guru.
Sehubungan dengan hal itu tidaklah terlalu salah kalau dikatakan bahwa kode
etik guru merupakan semacam penangkal dari kecenderungan manusiawi seorang guru
yang ingin menyeleweng. Kode etik guru merupakan perangkat untuk mempertegas
atau mengkristalkan kedudukan dan peranan guru serta sekaligus untuk melindungi
profesinya. Kode etik guru merupakan landasan untuk menjaga dan mempertahankan
kemurnian profesi keguruan, sehingga terhindar dari bentuk penyimpangan dan
menjadikan guru tetap sebagai tenaga profesional. Adapun teks kode etik yang
telah disempurnakan adalah sebagai berikut dan masing-masing akan diperjelas
berikut ini.
1.
Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk
manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
2.
Guru memiliki kejuruan profesional dalam menerapkan kurikulum
sesuai dengan kebutuhan anak didiknya masing-masing
3.
Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi
tentang peserta didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk
penyalahgunaan
4.
Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan
dengan orang tua peserta didik dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan peserta
didik
5.
Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar
sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
6.
Guru secara sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama berusaha
mengembangkan dan meningkatkan mutu profesionalnya
7.
Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru, baik
berdasarkan lingkungan kerja, maupun di dalam hubungan keseluruhan
8.
Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan
organisasi guru profesion
9.
Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikanal sebagai sarana pengabdiannya
Sumber :
Buku : Pengantar Pendidikan
Pengarang : H. Zahara Idris, H. Lisma Jamal
Penerbit : PT Grasindo
Tahun terbit : 1992
Buku : Sosiologi
Pendidikan
Pengarang : S. Nasution
Penerbit : Bumi Aksara
Tahun terbitan : 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar